Tugas Matakuliah
Pengelolaan Lahan Kering
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lahan kering menempati areal yang terluas dan mempunyai kedudukan yang strategis dalam kegiatan pembangunan pertanian di Indonesia. Pemanfaatan lahan kering merupakan sarana penting dalam usaha pemerataan pembangunan. Lahan kering merupakan penghasil berbagai komoditas pertanian seperti pangan, sandang, perkebunan, perumahan, obat-obatan, dan devisa. Pemanfaatan lahan kering bagi keperluan pertanian memerlukan pengelolaan terpaduantar sektor. Untuk menjaga kelestarian lingkungan diperlukan adanya pengelolaan yangtepat mengikuti kaidah lingkungan. Pengelolaan lahan kering adalah salah satu upaya untuk mengoptimalkan fungsi lahan dan menjaga kelestarian lahan dan lingkungan. Pengelolaanlahan yang tidak tepat dapat menurunkan produktifitas lahan dan produksi pertanian jugaakan menurunkan kualitas lingkungan disekitarnya. Tujuan dari penulisan makalah ini adalahuntuk mengetahui gambaran dampak dari kegiatan pada agroekosistem pertanian di lahankering yaitu pencemaran dan kerusakan lingkungan yang akan ditimbulkannya.
Kemajuan ilmu pengetahuan, dan teknologi serta pertambahan penduduk menuntut perlunya penyediaan sumber daya untuk memenuhi konsumsi pangan dan areal pemukiman. Untuk merealisasikannya perlu tindakan yang bijaksana agar tidak menimbulkan dampak perubahan terhadap lingkungan. Masalah lingkungan yang terjadi seperti erosi tanah, longsor, banjir dankekeringan merupakan tanda-tanda terancamnya keseimbangan ekosistem.Agroekosistem terbentuk sebagai hasil interaksi antara sistem sosial dengan sistem alam,dalam bentuk aktivitas manusia yang berlangsung untuk memenuhi kebutuhan hidupnyasehari-hari (livelihood). Kegiatan prioritas yang dilakukan oleh petani adalah penanaman padi (persawahan).Lahan kering adalah bagian dari ekosistem teresterial yang luasnya relatif lebih besar dibandingkan dengan lahan basah (Odum, 1971). Selanjutnya menurut Hidayat dkk (2000)lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah digenangi air atau tergenang air padasebagian waktu selama setahun. Lahan kering secara keseluruhan memiliki luas lebih kurang70%. Pada saat ini pemanfaatan lahan kering untuk keperluan pertanian baik tanamansemusim maupun tanaman tahunan/perkebunan sudah sangat berkembang. Pertambahan jumlah penduduk yang terjadi dengan sangat cepat menyebabkan kebutuhan akan bahan pangan dan perumahan juga akan meningkat. Sejalan dengan itu pengembangan lahan keringuntuk pertanian tanaman pangan dan perkebunan untuk memenuhi kebutuhan sudahmerupakan keharusan. Usaha intensifikasi dengan pola usaha tani belum bisa memenuhikebutuhan. Upaya lainnya dengan pembukaan lahan baru sudah tidak terelakkan lagi.Lahan kering di Indonesia menempati lahan tanpa pembatas, kesuburan rendah, lahan dengantanah retak-retak, lahan dengan tanah dangkal dan lahan dengan perbukitan. Relief tanah ikutmenentukan mudah dan tidaknya pengelolaan lahan kering.
Menurut Subagio dkk (2000)relief tanah sangat ditentukan oleh kelerengan dan perbedaan ketinggian. Ditinjau dari bentuk, kesuburan dan sifat fisik lainnya, pengelolaan lahan kering relatif lebih beratdibandingkan dengan lahan basah (sawah). Hingga saat ini perhatian berbagai pihak terhadap pengelolaan lahan kering secara berkelanjutan relatif rendah dibandingkan dengan pengelolaan lahan sawah dataran rendah (Irawan dan Pranadji, 2002).Pemanfaatan lahan kering di daerah perbukitan dan pegunungan untuk pertanian semusimdalam menghasilkan bahan pangan banyak dijumpai dan dilakukan penduduk yang bermukimdi pedesaan. Dengan pemanfaatan lahan kering di pegunungan dan perbukitan secara terusmenerus tanpa memperhatikan kaidah konservasi akan menyebabkan terjadinya erosi dan penurunan kesuburan yang berat. Di negara sedang berkembang termasuk Indonesia,kerusakan lahan ini umumnya bermuara pada merebaknya kemiskinan dan kelaparan.Sedangkan secara ekologi akan mengganggu keseimbangan ekosistim terjadi penurunankekayaan hayati yang berat (Scherr, 2003).
1.2 Permasalahan
Dalam beberapa tahun belakangan ini masalah kerusakan lingkungan sudah menjadi issu Nasional dan Internasional. Salah satu yang mendasari hal ini adalah terjadinya pemanasanglobal akibat efek rumah kaca yang sudah terjadi dalam waktu yang cukup lama. Pembukaanhutan untuk dijadikan lahan pertanian merupakan salah satu penyumbang terjadinya pemanasan global. Perubahan lahan hutan menjadi Agroekosistem lahan kering bagikeperluan pertanian menetap dan sementara demi untuk memenuhi kebutuhan hidup sudahterjadi sejak lama. Hal ini telah mengakibatkan terjadinya degradasi/penurunan kesuburanlahan. Pemanfaatan lahan kering di perbukitan/lahan miring secara terus menerus untuk keperluan pertanian baik pertanian semusim maupun tanaman perkebunan dapatmenyebabkan lahan tersebut mengalami erosi dan penurunan kesuburan yang berat. Untuk mempertahankan kelestarian lahan diperlukan upaya pengelolaan yang tepat.
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui gambaran dampak dari kegiatan pada agroekosistem pertanian di lahan kering yaitu pencemaran dan kerusakan lingkunganyang ditimbulkannya serta cara penanggulangannya.ALUR PEMIKIRANBerikut alur pemikiran dalam pelaksanaan agroekosistem lahan kering yang berkelanjutan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sumber Dan Kegiatan Pencemaran Dan Kerusakan Lingkungan
Perubahan pola pertanian yang konvensional ke pertanian intensif telah membawa berbagai konsekuensi baik terhadap lingkungan pertanian maupun lingkungan sekitarnya. Konsekuensinyata perkembangan sistem pertanian intensif antara lain, percepatan erosi, efek residu pupuk dan pestisida. Terjadinya gangguan dalam lingkungan disebabkan adanya manusia yangserakah, kurangnya kepedulian pada ekologi dan akibat penggunaan teknologi pertanian yangtidak mengacu pada pembangunan berwawasan lingkungan (Ambo Ala, 1997). Selain itu,tidak terakomodirnya penggunaan/pemberian pupuk sehingga tidak mampu mencegahterjadinya kerusakan lingkungan (Nuhfil, dkk., 2003). Selanjutnya Reintjes, dkk. (1999),mengatakan bahwa apabila pemupukan yang digunakan pada suatu daerah rendah, maka produksinya akan tertinggal jauh dibanding dengan pertumbuhan jumlah penduduknya.Fenomena ini banyak terjadi pada petani yang mengelola lahan-lahan marginal.Pengelolaan agrokosistem lahan kering dipandang sebagai bagian dari pengelolaan ekosistemsumberdaya alam oleh masyarakat petani yang menempati areal dimana mereka menetap.Masyarakat petani menanami lahan pertanian dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhanhidup keluarganya dapat dikatakan sebagai bagian dari pengelolaan agroekosistem lahankering di daerahnya. Menurut Soerianegara (1977) pengelolaan agroekosistem lahan keringmerupakan bagian dari interaksi atau kerja sama masyarakat dengan agroekosistemsumberdaya alam. Pengelolaan agroekosistem lahan kering merupakan usaha atau upayamasyarakan pedesaan dalam mengubah atau memodifikasi ekosistem sumberdaya alam agar bisa diperoleh manfaat yang maksimal dengan mengusahakan kontinuitas produksinya.
2.2 Dampak Lingkungan
Pada lahan miring dengan kemiringan diatas 15% apabila tanah tidak dikelola dengan baik saat ditanami, maka sangat rentan terhadap terjadinya erosi di waktu hujan. Hal ini terjadikarena tanah tidak mampu meresapkan air hujan kedalam tanah, sehingga terjadi aliran permukaan (run off) yang menghanyutkan butiran-butiran tanah sehingga tanah menjadi tidak subur lagi. Menurut Sutono dkk (2007), akibat erosi yang terjadi selama musim hujan tidak hanya menghanyutkan butiran-butiran tanah akan tetapi juga menghanyutkan pupuk dan kompos yang diberikan ketanah juga ikut hanyut sehingga tanah menjadi kurus, oleh sebabitu erosi harus dicegah sedini mungkin. Dampak dari terjadinya erosi ini adalah di daerah bagian bawah terjadinya pendangkalan pada daerah aliran sungai (DAS) yang berakibatterjadinya gangguan keseimbangan ekosistim air setempat.Erosi adalah sebagai akibat dari penggarapan lahan yang tidak tepat maka untuk penggunaanlahan harus menerapkan teknik konservasi (Shaxson, 1988). Erosi menyebabkan berkurangnya lapisan perakaran efektif, ketersediaan air untuk tanaman, cadangan hara, bahan orgnik dan rusaknya struktur tanah (Lal, 1988). Masalah utama yang dihadapi padalahan kering beriklim basah bergelombang antara lain mudah tererosi, bereaksi masam,miskin akan hara makro esensial dan tingkat keracunan aluminium yang tinggi (Cook, 1988).Selanjutnya dinyatakan bahwa daerah tropis merupakan medan dimana bertemunya duakepentingan, yang pertama kegiatan untuk mencapai dan mempertahankan swasembada pangan sedang yang kedua yang tidak kalah pentingnya adalah usaha pelestarian lingkungan.Mengingat lahan merupakan sumber daya yang terbatas dan tidak dapat diperbarui, makauntuk memenuhi kebutuhan pangan tidak ada pilihan lain selain mengembalikan kesuburanlahan yang sudah tererosi.
2.3 Cara Pengendalian
Dalam pembangunan pertanian berkelanjutan pengelolaan agroekosistem lahan kering dapatdipandang sebagai upaya memperbaiki dan memperbaharui sumberdaya alam yang bisadipulihkan (renewable resources) di daerahnya. Dalam pemanfaatan sumberdaya lahan keringuntuk pertanian berkelanjutan memerlukan pendekatan lingkungan dan mengikuti kaidah pelestarian lingkungan. Ada beberapa metode dalam pengendalian dampak negatif darieksploitasi penggunaan lahan kering.1. KonservasiSalah satu upaya penanganan kerusakan lahan akibat ekplorasi adalah dengan menerapkansistem budidaya lorong dalam pengembangan sistem usahatani lahan kering, karena sistemini memberikan banyak keuntungan diantaranya dapat menekan terjadinya erosi,meningkatkan produktivitas tanah karena adanya penambahan bahan organik melalui hasil pangkasan tanaman pagar, dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman sertadapat menciptakan kondisi iklim mikro (suhu) di antara lorong tanaman (Sudharto et al.,1996).Pemberian bahan hijauan sebagai mulsa yang berasal dari pangkasan tanaman legume yangdipangkas pada umur 1,5 – 2 bulan sekali dapat meningkatkan kadar bahan organik tanah danketersediaan air, memperbaiki sifat fisik tanah, dan meningkatkan produksi. Sistem bertanamlorong dapat mencegah erosi secara ganda yaitu dengan mulsa hasil pangkasan dan pengurangan laju aliran permukaan (Adiningsih dan Sudjadi, 1989).Hasil pengkajian Basri dkk. (2001) dengan penerapan sistim budidaya lorong di KabupatenRejang lebong menunjukkan bahwa dengan adanya barisan tanaman penyangga erosi rumputraja (King grass) yang ditanam sejajar dengan garis kontur secara efektif dapat mengurangilaju erosi. Selanjutnya dari hasil pangkasan king grass yang dilaksanakan setiap bulan dapatmenghasilkan 0,5 ton bahan hijauan yang dapat diberikan untuk sapi selama 20 hari. Dariluasan plot seluas 1 ha akan dihasilkan 1 ton bahan hijauan yang dapat digunakan untuk pakan sapi. Pada pengkajian tahun berikutnya (tahun kedua) teras sudah mulai terbentuk sebagai akibat penanaman teras vegetatif dengan tanaman rumput raja. Dengan terbentuknyateras maka pada lahan miring ini sudah terbentuk lahan usahatani yang representatif untuk berbagai jenis tanaman baik tanaman pangan maupun tanaman perkebunan yang sesuaidengan kondisi setempat dan menekan terjadinya erosi diwaktu hujan. Dengan terbentuknya teras secara bertahap sampai menjadi permanen, di samping menjaga kelestarian lahan jugamenyebabkan produktifitas lahan akan lebih baik.2. Pengaturan pola tanamLahan kering yang murni hanya mengandalkan ketersediaan air dari curah hujan dalam proses produksi pertanian, dimana pengaturan sistim pertanaman diatur dalam bentuk tumpang sari menggunakan tanaman dengan umur panen yang berbeda dan dalam pertumbuhannya tidak banyak memerlukan air dan merupakan salah satu alternatif untuk memecahkan masalah keterbatasan air. Lahan kering pada umumnya rawan terhadap erosi baik oleh air maupun oleh angin. Salah satu alternatif teknologi untuk mengatasi erosi yaitumenggunakan sistim pertanaman lorong. Fungsi lainnya dari pertanaman lorong adalah untuk menciptakan iklim mikro di lahan kering iklim kering dan tanaman yang digunakandisesuaikan dengan tanaman yang biasa ditanam petani dan tentunya memiliki pangsa pasar.Hasil penelitian Wisnu dkk (2005) menyatakan dengan mengkombinasikan beberapatanaman pangan ubi kayu, jagung, kacang tanah, kedelai dan kacang hijau yang disusundalam suatu pertanaman tumpang sari dapat memberikan keuntungan dan dapat memberikankestabilan cukup baik dalam menghadapi keterbatasan curah hujan.3. EmbungEmbung atau tandon air adalah waduk berukuran mikro di lahan pertanian (small farmreservoir) yang dibangun untuk menampung kelebihan air hujan diwaktu musim hujan danmenggunakannya jika diperlukan tanaman pada waktu musim kemarau. Teknik penggunaannya demikian sesuai bagi ekosistem lahan tadah hujan yang memiliki intensitasdan distribusi curah hujan yang tidak pasti (Syamsiah dan Fagi, 2004).Pembuatan embung dan penerapannya di lahan kering bagi petani sudah banyak dilakukankhususnya di Indonesia bagiagian timur yang memiliki iklim kering dengan keterbatasan air.Di Lombok Timur sebagai daerah yang beriklim kering penggunaan embung sudah menjadikebiasaan bagi sebagian besar petani. Jumlah embung milik rakyat saat ini adalah 1.458 buahdengan luas keseluruhan 755,58 ha berupa genangan dan 3.083 ha berupa irigasi, rata-rataluas pemilikan embung setiap petani di Lombok Timur adalah 0,51 ha. Hasil penelitianWisnu dkk. ( 2005) di beberapa Desa di Lombok Timur dengan komoditi tembakau padamusim kering memperlihatkan bahwa dengan penerapan/pemanfaatan embung sebagaisumber air yang dicampur dengan dengan pupuk (ngecor) maka penggunaan air menjadilebih efisien dan biaya tenaga kerja dapat ditekan karena penyiraman dan pemupukandilakukan secara bersamaan.4. Pemakaian pupuk organik Pengolahan lahan untuk pertanian secara terus menerus akan menyebabkan lahan menjadikurus sehingga untuk usahatani selanjutnya perlu input yang banyak untuk mengembalikanhara tanah yang sudah banyak diserap tanaman. Pemakaian pupuk anorganik yang tidak seimbang secara terus menerus untuk proses produksi dapat merusak lahan dan dalam jangka panjang lahan menjadi tidak efektif lagi untuk usaha pertanian. Salah satu alternatif untuk menyelamatkan keberlanjutan penggunaan lahan adalah dengan mengurangi input yang berasal dari bahan kimia dan beralih kepada pemakaian pupuk organik yang berasal dari bahan organik sisa tanaman atau limbah.Secara umum saat ini permasalahan yang dihadapi petani di Indonesia adalah kesulitanmendapatkan pupuk anorganik yang kebutuhannya cendrung meningkat. Kesulitan inisebagian akibat ketersediaan yang tidak mencukupi maupun sistem pendistribusian yangkurang tepat dan faktor faktor lainnya. Sebagai gambaran Produksi nasional tahun 2008sekitar 6 juta ton sedangkan kebutuhan mencapai 9 juta ton. Kendala ini berimbas kapada penurunan produktifitas lahan dan produksi berbagai komoditas pertanian secara nasional.Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kelangkaan pupuk dan mengurangiketergantungan akan pupuk anorganik adalah dengan mengoptimalkan pemanfaatansumberdaya alam yang tersedia secara lokal. Pemanfaatan limbah pertanian yang selama ini belum menjadi perhatian sebagai bahan dasar pupuk organik diharapkan dapat memperkecilketergantungan terhadap pupuk an organik. Pada pihak pemanfaatan limbah pertanian dapatmenciptakan efisiensi penggunaan lahan yang ketersediaannya semakin terbatas serta dapatmenjaga kelestarian lingkungan.Limbah pertanian adalah bagian atau sisa produksi pertanian yang tidak dapat dimanfaatkansecara langsung. Limbah ini apabila telah mengalami proses dekomposisi banyak mengandung unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Apabila tanaman mati,maka selanjutnya terjadi proses dekomposisi akibat aktifitas mikroorganisme dengan hasilakhir berupa humus (Sutanto, 2002). Kandungan hara setiap sisa tanaman berbeda-beda.Penelitian dengan pemakaian pupuk organik yang berasal dari ampas biji mimba sudah pernah dilakukan di Desa Tebat Monok Kecamatan Kepahiang Kabupaten Kepahiang.Penelitian dilakukan terhadap tanaman jahe dengan beberapa perlakuan pupuk an organik.Dari penelitian tersebut diketahui bahwa dengan pemakaian pupuk organik (kompos) yang berasal dari ampas biji mimba memperlihatkan pertumbuhan lebih baik dan produksitanaman lebih tinggi dari pemakaian pupuk dan organik. Dengan demikian terdapat beberapakeuntungan dengan pemakaian pupuk organik yaitu efisiensi terhadap biaya karena harga pembuatan pupuk ini lebih murah, produksi lebih tinggi dan menjaga kesuburan dankelestarian lahan.
BAB III
PENUTUP
3.1 kesimpulan
Dampak dari kegiatan pada egroekosistem pertanian di lahan kering dapat diminimalisir.Salah satu upaya penanganan kerusakan lahan akibat ekplorasi adalah dengan mengkonversi paket teknologi yang untuk pengembangan sistem usahatani lahan kering. Pengaturan polatanam adalah usaha yang dapat menekan terjadinya erosi, meningkatkan produktivitas tanahdengan penambahan bahan organik melalui hasil pangkasan tanaman, dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Dengan membangun embung atau tandon air atauwaduk berukuran mikro di lahan pertanian dapat menampung kelebihan air hujan di waktumusim hujan dan menggunakannya jika diperlukan tanaman pada waktu musim kemarau.Pemanfaatkan rantai dalam ekologi dapat menciptakan pupuk yang murah dan alami, yangtetap menjaga kesuburan dan kelestarian lahan. Dengan melakukan alternatif pengelolaanlahan kering tersebut diharapkan agroekosiste di lahan kering tetap berkelanjutan dengandampak lingkungan yang minimal.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lahan kering menempati areal yang terluas dan mempunyai kedudukan yang strategis dalam kegiatan pembangunan pertanian di Indonesia. Pemanfaatan lahan kering merupakan sarana penting dalam usaha pemerataan pembangunan. Lahan kering merupakan penghasil berbagai komoditas pertanian seperti pangan, sandang, perkebunan, perumahan, obat-obatan, dan devisa. Pemanfaatan lahan kering bagi keperluan pertanian memerlukan pengelolaan terpaduantar sektor. Untuk menjaga kelestarian lingkungan diperlukan adanya pengelolaan yangtepat mengikuti kaidah lingkungan. Pengelolaan lahan kering adalah salah satu upaya untuk mengoptimalkan fungsi lahan dan menjaga kelestarian lahan dan lingkungan. Pengelolaanlahan yang tidak tepat dapat menurunkan produktifitas lahan dan produksi pertanian jugaakan menurunkan kualitas lingkungan disekitarnya. Tujuan dari penulisan makalah ini adalahuntuk mengetahui gambaran dampak dari kegiatan pada agroekosistem pertanian di lahankering yaitu pencemaran dan kerusakan lingkungan yang akan ditimbulkannya.
Kemajuan ilmu pengetahuan, dan teknologi serta pertambahan penduduk menuntut perlunya penyediaan sumber daya untuk memenuhi konsumsi pangan dan areal pemukiman. Untuk merealisasikannya perlu tindakan yang bijaksana agar tidak menimbulkan dampak perubahan terhadap lingkungan. Masalah lingkungan yang terjadi seperti erosi tanah, longsor, banjir dankekeringan merupakan tanda-tanda terancamnya keseimbangan ekosistem.Agroekosistem terbentuk sebagai hasil interaksi antara sistem sosial dengan sistem alam,dalam bentuk aktivitas manusia yang berlangsung untuk memenuhi kebutuhan hidupnyasehari-hari (livelihood). Kegiatan prioritas yang dilakukan oleh petani adalah penanaman padi (persawahan).Lahan kering adalah bagian dari ekosistem teresterial yang luasnya relatif lebih besar dibandingkan dengan lahan basah (Odum, 1971). Selanjutnya menurut Hidayat dkk (2000)lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah digenangi air atau tergenang air padasebagian waktu selama setahun. Lahan kering secara keseluruhan memiliki luas lebih kurang70%. Pada saat ini pemanfaatan lahan kering untuk keperluan pertanian baik tanamansemusim maupun tanaman tahunan/perkebunan sudah sangat berkembang. Pertambahan jumlah penduduk yang terjadi dengan sangat cepat menyebabkan kebutuhan akan bahan pangan dan perumahan juga akan meningkat. Sejalan dengan itu pengembangan lahan keringuntuk pertanian tanaman pangan dan perkebunan untuk memenuhi kebutuhan sudahmerupakan keharusan. Usaha intensifikasi dengan pola usaha tani belum bisa memenuhikebutuhan. Upaya lainnya dengan pembukaan lahan baru sudah tidak terelakkan lagi.Lahan kering di Indonesia menempati lahan tanpa pembatas, kesuburan rendah, lahan dengantanah retak-retak, lahan dengan tanah dangkal dan lahan dengan perbukitan. Relief tanah ikutmenentukan mudah dan tidaknya pengelolaan lahan kering.
Menurut Subagio dkk (2000)relief tanah sangat ditentukan oleh kelerengan dan perbedaan ketinggian. Ditinjau dari bentuk, kesuburan dan sifat fisik lainnya, pengelolaan lahan kering relatif lebih beratdibandingkan dengan lahan basah (sawah). Hingga saat ini perhatian berbagai pihak terhadap pengelolaan lahan kering secara berkelanjutan relatif rendah dibandingkan dengan pengelolaan lahan sawah dataran rendah (Irawan dan Pranadji, 2002).Pemanfaatan lahan kering di daerah perbukitan dan pegunungan untuk pertanian semusimdalam menghasilkan bahan pangan banyak dijumpai dan dilakukan penduduk yang bermukimdi pedesaan. Dengan pemanfaatan lahan kering di pegunungan dan perbukitan secara terusmenerus tanpa memperhatikan kaidah konservasi akan menyebabkan terjadinya erosi dan penurunan kesuburan yang berat. Di negara sedang berkembang termasuk Indonesia,kerusakan lahan ini umumnya bermuara pada merebaknya kemiskinan dan kelaparan.Sedangkan secara ekologi akan mengganggu keseimbangan ekosistim terjadi penurunankekayaan hayati yang berat (Scherr, 2003).
1.2 Permasalahan
Dalam beberapa tahun belakangan ini masalah kerusakan lingkungan sudah menjadi issu Nasional dan Internasional. Salah satu yang mendasari hal ini adalah terjadinya pemanasanglobal akibat efek rumah kaca yang sudah terjadi dalam waktu yang cukup lama. Pembukaanhutan untuk dijadikan lahan pertanian merupakan salah satu penyumbang terjadinya pemanasan global. Perubahan lahan hutan menjadi Agroekosistem lahan kering bagikeperluan pertanian menetap dan sementara demi untuk memenuhi kebutuhan hidup sudahterjadi sejak lama. Hal ini telah mengakibatkan terjadinya degradasi/penurunan kesuburanlahan. Pemanfaatan lahan kering di perbukitan/lahan miring secara terus menerus untuk keperluan pertanian baik pertanian semusim maupun tanaman perkebunan dapatmenyebabkan lahan tersebut mengalami erosi dan penurunan kesuburan yang berat. Untuk mempertahankan kelestarian lahan diperlukan upaya pengelolaan yang tepat.
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui gambaran dampak dari kegiatan pada agroekosistem pertanian di lahan kering yaitu pencemaran dan kerusakan lingkunganyang ditimbulkannya serta cara penanggulangannya.ALUR PEMIKIRANBerikut alur pemikiran dalam pelaksanaan agroekosistem lahan kering yang berkelanjutan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sumber Dan Kegiatan Pencemaran Dan Kerusakan Lingkungan
Perubahan pola pertanian yang konvensional ke pertanian intensif telah membawa berbagai konsekuensi baik terhadap lingkungan pertanian maupun lingkungan sekitarnya. Konsekuensinyata perkembangan sistem pertanian intensif antara lain, percepatan erosi, efek residu pupuk dan pestisida. Terjadinya gangguan dalam lingkungan disebabkan adanya manusia yangserakah, kurangnya kepedulian pada ekologi dan akibat penggunaan teknologi pertanian yangtidak mengacu pada pembangunan berwawasan lingkungan (Ambo Ala, 1997). Selain itu,tidak terakomodirnya penggunaan/pemberian pupuk sehingga tidak mampu mencegahterjadinya kerusakan lingkungan (Nuhfil, dkk., 2003). Selanjutnya Reintjes, dkk. (1999),mengatakan bahwa apabila pemupukan yang digunakan pada suatu daerah rendah, maka produksinya akan tertinggal jauh dibanding dengan pertumbuhan jumlah penduduknya.Fenomena ini banyak terjadi pada petani yang mengelola lahan-lahan marginal.Pengelolaan agrokosistem lahan kering dipandang sebagai bagian dari pengelolaan ekosistemsumberdaya alam oleh masyarakat petani yang menempati areal dimana mereka menetap.Masyarakat petani menanami lahan pertanian dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhanhidup keluarganya dapat dikatakan sebagai bagian dari pengelolaan agroekosistem lahankering di daerahnya. Menurut Soerianegara (1977) pengelolaan agroekosistem lahan keringmerupakan bagian dari interaksi atau kerja sama masyarakat dengan agroekosistemsumberdaya alam. Pengelolaan agroekosistem lahan kering merupakan usaha atau upayamasyarakan pedesaan dalam mengubah atau memodifikasi ekosistem sumberdaya alam agar bisa diperoleh manfaat yang maksimal dengan mengusahakan kontinuitas produksinya.
2.2 Dampak Lingkungan
Pada lahan miring dengan kemiringan diatas 15% apabila tanah tidak dikelola dengan baik saat ditanami, maka sangat rentan terhadap terjadinya erosi di waktu hujan. Hal ini terjadikarena tanah tidak mampu meresapkan air hujan kedalam tanah, sehingga terjadi aliran permukaan (run off) yang menghanyutkan butiran-butiran tanah sehingga tanah menjadi tidak subur lagi. Menurut Sutono dkk (2007), akibat erosi yang terjadi selama musim hujan tidak hanya menghanyutkan butiran-butiran tanah akan tetapi juga menghanyutkan pupuk dan kompos yang diberikan ketanah juga ikut hanyut sehingga tanah menjadi kurus, oleh sebabitu erosi harus dicegah sedini mungkin. Dampak dari terjadinya erosi ini adalah di daerah bagian bawah terjadinya pendangkalan pada daerah aliran sungai (DAS) yang berakibatterjadinya gangguan keseimbangan ekosistim air setempat.Erosi adalah sebagai akibat dari penggarapan lahan yang tidak tepat maka untuk penggunaanlahan harus menerapkan teknik konservasi (Shaxson, 1988). Erosi menyebabkan berkurangnya lapisan perakaran efektif, ketersediaan air untuk tanaman, cadangan hara, bahan orgnik dan rusaknya struktur tanah (Lal, 1988). Masalah utama yang dihadapi padalahan kering beriklim basah bergelombang antara lain mudah tererosi, bereaksi masam,miskin akan hara makro esensial dan tingkat keracunan aluminium yang tinggi (Cook, 1988).Selanjutnya dinyatakan bahwa daerah tropis merupakan medan dimana bertemunya duakepentingan, yang pertama kegiatan untuk mencapai dan mempertahankan swasembada pangan sedang yang kedua yang tidak kalah pentingnya adalah usaha pelestarian lingkungan.Mengingat lahan merupakan sumber daya yang terbatas dan tidak dapat diperbarui, makauntuk memenuhi kebutuhan pangan tidak ada pilihan lain selain mengembalikan kesuburanlahan yang sudah tererosi.
2.3 Cara Pengendalian
Dalam pembangunan pertanian berkelanjutan pengelolaan agroekosistem lahan kering dapatdipandang sebagai upaya memperbaiki dan memperbaharui sumberdaya alam yang bisadipulihkan (renewable resources) di daerahnya. Dalam pemanfaatan sumberdaya lahan keringuntuk pertanian berkelanjutan memerlukan pendekatan lingkungan dan mengikuti kaidah pelestarian lingkungan. Ada beberapa metode dalam pengendalian dampak negatif darieksploitasi penggunaan lahan kering.1. KonservasiSalah satu upaya penanganan kerusakan lahan akibat ekplorasi adalah dengan menerapkansistem budidaya lorong dalam pengembangan sistem usahatani lahan kering, karena sistemini memberikan banyak keuntungan diantaranya dapat menekan terjadinya erosi,meningkatkan produktivitas tanah karena adanya penambahan bahan organik melalui hasil pangkasan tanaman pagar, dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman sertadapat menciptakan kondisi iklim mikro (suhu) di antara lorong tanaman (Sudharto et al.,1996).Pemberian bahan hijauan sebagai mulsa yang berasal dari pangkasan tanaman legume yangdipangkas pada umur 1,5 – 2 bulan sekali dapat meningkatkan kadar bahan organik tanah danketersediaan air, memperbaiki sifat fisik tanah, dan meningkatkan produksi. Sistem bertanamlorong dapat mencegah erosi secara ganda yaitu dengan mulsa hasil pangkasan dan pengurangan laju aliran permukaan (Adiningsih dan Sudjadi, 1989).Hasil pengkajian Basri dkk. (2001) dengan penerapan sistim budidaya lorong di KabupatenRejang lebong menunjukkan bahwa dengan adanya barisan tanaman penyangga erosi rumputraja (King grass) yang ditanam sejajar dengan garis kontur secara efektif dapat mengurangilaju erosi. Selanjutnya dari hasil pangkasan king grass yang dilaksanakan setiap bulan dapatmenghasilkan 0,5 ton bahan hijauan yang dapat diberikan untuk sapi selama 20 hari. Dariluasan plot seluas 1 ha akan dihasilkan 1 ton bahan hijauan yang dapat digunakan untuk pakan sapi. Pada pengkajian tahun berikutnya (tahun kedua) teras sudah mulai terbentuk sebagai akibat penanaman teras vegetatif dengan tanaman rumput raja. Dengan terbentuknyateras maka pada lahan miring ini sudah terbentuk lahan usahatani yang representatif untuk berbagai jenis tanaman baik tanaman pangan maupun tanaman perkebunan yang sesuaidengan kondisi setempat dan menekan terjadinya erosi diwaktu hujan. Dengan terbentuknya teras secara bertahap sampai menjadi permanen, di samping menjaga kelestarian lahan jugamenyebabkan produktifitas lahan akan lebih baik.2. Pengaturan pola tanamLahan kering yang murni hanya mengandalkan ketersediaan air dari curah hujan dalam proses produksi pertanian, dimana pengaturan sistim pertanaman diatur dalam bentuk tumpang sari menggunakan tanaman dengan umur panen yang berbeda dan dalam pertumbuhannya tidak banyak memerlukan air dan merupakan salah satu alternatif untuk memecahkan masalah keterbatasan air. Lahan kering pada umumnya rawan terhadap erosi baik oleh air maupun oleh angin. Salah satu alternatif teknologi untuk mengatasi erosi yaitumenggunakan sistim pertanaman lorong. Fungsi lainnya dari pertanaman lorong adalah untuk menciptakan iklim mikro di lahan kering iklim kering dan tanaman yang digunakandisesuaikan dengan tanaman yang biasa ditanam petani dan tentunya memiliki pangsa pasar.Hasil penelitian Wisnu dkk (2005) menyatakan dengan mengkombinasikan beberapatanaman pangan ubi kayu, jagung, kacang tanah, kedelai dan kacang hijau yang disusundalam suatu pertanaman tumpang sari dapat memberikan keuntungan dan dapat memberikankestabilan cukup baik dalam menghadapi keterbatasan curah hujan.3. EmbungEmbung atau tandon air adalah waduk berukuran mikro di lahan pertanian (small farmreservoir) yang dibangun untuk menampung kelebihan air hujan diwaktu musim hujan danmenggunakannya jika diperlukan tanaman pada waktu musim kemarau. Teknik penggunaannya demikian sesuai bagi ekosistem lahan tadah hujan yang memiliki intensitasdan distribusi curah hujan yang tidak pasti (Syamsiah dan Fagi, 2004).Pembuatan embung dan penerapannya di lahan kering bagi petani sudah banyak dilakukankhususnya di Indonesia bagiagian timur yang memiliki iklim kering dengan keterbatasan air.Di Lombok Timur sebagai daerah yang beriklim kering penggunaan embung sudah menjadikebiasaan bagi sebagian besar petani. Jumlah embung milik rakyat saat ini adalah 1.458 buahdengan luas keseluruhan 755,58 ha berupa genangan dan 3.083 ha berupa irigasi, rata-rataluas pemilikan embung setiap petani di Lombok Timur adalah 0,51 ha. Hasil penelitianWisnu dkk. ( 2005) di beberapa Desa di Lombok Timur dengan komoditi tembakau padamusim kering memperlihatkan bahwa dengan penerapan/pemanfaatan embung sebagaisumber air yang dicampur dengan dengan pupuk (ngecor) maka penggunaan air menjadilebih efisien dan biaya tenaga kerja dapat ditekan karena penyiraman dan pemupukandilakukan secara bersamaan.4. Pemakaian pupuk organik Pengolahan lahan untuk pertanian secara terus menerus akan menyebabkan lahan menjadikurus sehingga untuk usahatani selanjutnya perlu input yang banyak untuk mengembalikanhara tanah yang sudah banyak diserap tanaman. Pemakaian pupuk anorganik yang tidak seimbang secara terus menerus untuk proses produksi dapat merusak lahan dan dalam jangka panjang lahan menjadi tidak efektif lagi untuk usaha pertanian. Salah satu alternatif untuk menyelamatkan keberlanjutan penggunaan lahan adalah dengan mengurangi input yang berasal dari bahan kimia dan beralih kepada pemakaian pupuk organik yang berasal dari bahan organik sisa tanaman atau limbah.Secara umum saat ini permasalahan yang dihadapi petani di Indonesia adalah kesulitanmendapatkan pupuk anorganik yang kebutuhannya cendrung meningkat. Kesulitan inisebagian akibat ketersediaan yang tidak mencukupi maupun sistem pendistribusian yangkurang tepat dan faktor faktor lainnya. Sebagai gambaran Produksi nasional tahun 2008sekitar 6 juta ton sedangkan kebutuhan mencapai 9 juta ton. Kendala ini berimbas kapada penurunan produktifitas lahan dan produksi berbagai komoditas pertanian secara nasional.Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kelangkaan pupuk dan mengurangiketergantungan akan pupuk anorganik adalah dengan mengoptimalkan pemanfaatansumberdaya alam yang tersedia secara lokal. Pemanfaatan limbah pertanian yang selama ini belum menjadi perhatian sebagai bahan dasar pupuk organik diharapkan dapat memperkecilketergantungan terhadap pupuk an organik. Pada pihak pemanfaatan limbah pertanian dapatmenciptakan efisiensi penggunaan lahan yang ketersediaannya semakin terbatas serta dapatmenjaga kelestarian lingkungan.Limbah pertanian adalah bagian atau sisa produksi pertanian yang tidak dapat dimanfaatkansecara langsung. Limbah ini apabila telah mengalami proses dekomposisi banyak mengandung unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Apabila tanaman mati,maka selanjutnya terjadi proses dekomposisi akibat aktifitas mikroorganisme dengan hasilakhir berupa humus (Sutanto, 2002). Kandungan hara setiap sisa tanaman berbeda-beda.Penelitian dengan pemakaian pupuk organik yang berasal dari ampas biji mimba sudah pernah dilakukan di Desa Tebat Monok Kecamatan Kepahiang Kabupaten Kepahiang.Penelitian dilakukan terhadap tanaman jahe dengan beberapa perlakuan pupuk an organik.Dari penelitian tersebut diketahui bahwa dengan pemakaian pupuk organik (kompos) yang berasal dari ampas biji mimba memperlihatkan pertumbuhan lebih baik dan produksitanaman lebih tinggi dari pemakaian pupuk dan organik. Dengan demikian terdapat beberapakeuntungan dengan pemakaian pupuk organik yaitu efisiensi terhadap biaya karena harga pembuatan pupuk ini lebih murah, produksi lebih tinggi dan menjaga kesuburan dankelestarian lahan.
BAB III
PENUTUP
3.1 kesimpulan
Dampak dari kegiatan pada egroekosistem pertanian di lahan kering dapat diminimalisir.Salah satu upaya penanganan kerusakan lahan akibat ekplorasi adalah dengan mengkonversi paket teknologi yang untuk pengembangan sistem usahatani lahan kering. Pengaturan polatanam adalah usaha yang dapat menekan terjadinya erosi, meningkatkan produktivitas tanahdengan penambahan bahan organik melalui hasil pangkasan tanaman, dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Dengan membangun embung atau tandon air atauwaduk berukuran mikro di lahan pertanian dapat menampung kelebihan air hujan di waktumusim hujan dan menggunakannya jika diperlukan tanaman pada waktu musim kemarau.Pemanfaatkan rantai dalam ekologi dapat menciptakan pupuk yang murah dan alami, yangtetap menjaga kesuburan dan kelestarian lahan. Dengan melakukan alternatif pengelolaanlahan kering tersebut diharapkan agroekosiste di lahan kering tetap berkelanjutan dengandampak lingkungan yang minimal.