Ad Code

Responsive Advertisement

Makalah Konservasi Tanah Dan Air


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

     Salah satu bagian penting dari budi daya pertanian yang sering terabaikanoleh para praktisi pertanian di Indonesia adalah konservasi tanah. Hal ini terjadiantara lain karena dampak degradasi tanah tidak selalu segera terlihat di lapangan,atau tidak secara drastis menurunkan hasil panen. Dampak erosi tanah danpencemaran agrokimia, misalnya, tidak segera dapat dilihat seperti halnya dampak tanah longsor atau banjir badang. Padahal tanpa tindakan konservasi tanah yangefektif, produktivitas lahan yang tinggi dan usaha pertanian sulit terjaminkeberlanjutannya.Konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidangtanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut danmemperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadikerusakan tanah. Dalam arti sempit konservasi tanah diartikan sebagai upayauntuk mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi. Sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi tanah menentukan kemampuantanah (soil capability) untuk suatu penggunaan dan perlakuan yang diperlukanagar tanah tidak rusak dan dapat digunakan secara terus-menerus danberkelanjutan (sustainable). Upaya-upaya konservasi tanah ditujukan untuk (1)mencegah erosi, (2) memperbaiki tanah yang rusak, dan (3) memelihara sertameningkatkan produktivitas tanah agar tanah dapat digunakan secaraberkelanjutan.Konservasi tanah mempunyai hubungan sangat erat dengan konservasi air.Konservasi air pada dasarnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanahuntuk pertanian seefisien mungkin, dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadibanjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau. Setiapperlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan memperngaruhi tata air padatempat itu dan tempat-tempat di hilirnya. Oleh karena itu, konservasi tanah dankonservasi air merupakan dua hal yang berhubungan erat sekali. Berbagaitindakan konservasi tanah juga merupakan tindakan konservasi air.

1.2 Tujuan
     Adapun tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.Memenuhi tugas yang diberikan pada mata kuliah Konservasi Tanah Dan Air
b.membahas Sejarah Perkembangan Penelitian Konservasi Tanah, Degradasi Tanah di Indonesia,  Dampak 
    Degradasi Tanah dan Permasalahan Konservasi Tanah.

BAB III
PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Perkembangan Penelitian Konservasi Tanah
     Sejarah perkembangan iptek dan penelitian tanah di Indonesia diawali padatahun 1905, bertepatan dengan berdirinya Laboratorium voor Vermeerderingde Kennis van den Bodem (Laboratorium untuk Perluasan Pengetahuantentang Tanah), yang sekarang menjadi Balai Besar Penelitian danPengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Kegiatan pengembangan ilmutanah waktu itu mencakup pula penelitian erosi dan konservasi tanah. Namun,penelitian konservasi tanah yang lebih terprogram dan terorganisasi barudikembangkan pada tahun 1969/1970 dengan dibentuknya Bagian KonservasiTanah pada Lembaga Penelitian Tanah, Departemen Pertanian. Secarakronologis, garis besar sejarah perkembangan penelitian konservasi tanahdapat dipilah dalam beberapa kurun waktu sebagai berikut.

Periode 1970-1980
     Dalam periode ini pengembangan iptek dan penelitian konservasi tanahdidominasi oleh kegiatan di laboratorium dan rumah kaca, didukung denganbeberapa kegiatan penelitian lapangan. Kegiatan penelitian diarahkan untuk mengkompilasi berbagai data fisika dan konservasi tanah serta mengujiberbagai metode dan teknologi dasar konservasi tanah dan air, termasuk penggunaan soil conditioner. Dalam periode ini juga dikembangkan teknik simulasi dan pemodelan, seperti rainfall simulator, Universal Soil LossEquation (USLE), dan RUSLE (Revised USLE) (Abdurachman et al. 1984;Abdurachman 1989; Abdurachman dan Kurnia 1990).Beberapa inovasi iptek utama yang dihasilkan dalam periode ini adalah:(1) nilai faktor erodibiltas tanah-tanah Indonesia (Kurnia dan Suwardjo 1984),(2) nilai faktor pertanaman dan tindakan pengendalian erosi (Abdurachman etal. 1984), (3) penggunaan soil conditoner, (4) tingkat erosi tanah pada berbagailahan pertania, (5) teknologi pengelolaan bahan organik, (6) teknologi pengolahan tanah, (7) teknologi pengendalian erosi, dan (8) teknologirehabilitasi tanah.

Periode 1980-2002
     Dalam periode ini, iptek dan penelitian konservasi tanah lebihdiarahkan pada kegiatan lapangan dengan melibatkan petani, dan didukungdengan penelitian rumah kaca dan laboratorium. Kegiatan penelitian danpengembangan konservasi tanah pada masa ini cukup aktif dan luas, karenadidukung oleh berbagai kerja sama dalam dan luar negeri. Kegiatan utamanyaantara lain (Abdurachman dan Agus 2000; Agus et al. 2005) : (1) Proyek Penyelamatan Hutan Tanah dan Air di DAS Citanduy, 1982-1988; (2) Proyek Penelitian Lahan Kering dan Konservasi Tanah (P3HTA/ UACP) di DASJratunseluna dan Brantas, 1984-1994; (3) Proyek Penelitian Terapan SistemDAS Kawasan Perbukitan Kritis di Yogyakarta (YUADP), 1992-1996; (4)Proyek Pembangunan Penelitian Pertanian Nusa Tenggara, 1986-1995; (5)Penelitian Peningkatan Produktivitas dan Konservasi Tanah untuk MengatasiPeladangan Berpindah, 1990-1993; (6) Proyek Penelitian Usahatani LahanKering-UFDP (Upland Farmers Development Project) di Jawa Barat,Kalimantan Tengah, dan Nusa Tenggara Timur, 1993-2000; (7) Kelompok Kerja Penelitian dan Pengembangan Sistem Usahatani Lahan Kering, di DASCimanuk, 1995-2000; (8) Managing of Soil Erosion Consortium (MSEC) diJawa Tengah, 1995-2004; dan (9) Penelitian Multifungsi Pertanian, antara lainuntuk memformulasikan kebijakan pembangunan pertanian dan tata gunalahan, 2000-2005.Kegiatan penelitian dan pengembangan tersebut menghasilkan berbagaiteknologi dan sistem usaha tani konservasi (SUT), termasuk modelkelembagaan dan sistem diseminasinya. Beberapa rekomendasi pengelolaanlahan juga dihasilkan, seperti formulasi dan pemilihan jenis tanaman sesuaikemiringan lereng, SUT pada wilayah pegunungan, dan SUT lahan keringberiklim kering. Bahkan Permentan No. 47/2006 tentang Pedoman Budidayapada Lahan Pegunungan, pada hakekatnya merupakan kristalisasi, penjabaran, dan aplikasi dari hampir seluruh kegiatan atau program penelitian danpengembangan konservasi tanah pada periode ini.

Periode 2002-2007
     Pada periode ini, kegiatan penelitian konservasi tanah berkurang karenatidak banyak lagi penelitian konservasi yang melibatkan petani pada areal yangluas. Kegiatan lebih banyak berupa desk-work, memanfaatkan data yang telahterkumpul untuk menyusun baku mutu tanah, pemodelan konservasi tanah,buku petunjuk konservasi tanah, dan sebagainya. Pada periode ini jugadiupayakan pengembangan dan diseminasi iptek Prima Tani di berbagai lokasi,terutama pada lahan kering beriklim basah. Kegiatan lain diarahkan pada upayaperakitan teknologi dan rehabilitasi lahan-lahan terdegradasi, seperti lahanbekas tambang, lahan tercemar, bekas longsor, termasuk lahan yang tergenanglumpur di Sidoarjo.

2.2 Degradasi Tanah di Indonesia
      Degradasi tanah di Indonesia yang paling dominan adalah erosi. Proses initelah berlangsung lama dan mengakibatkan kerusakan pada lahan-lahanpertanian. Jenis degradasi yang lain adalah pencemaran kimiawi, kebakaranhutan, aktivitas penambangan dan industri, serta dalam arti luas termasuk juga konversi lahan pertanian ke nonpertanian.

Jenis-jenis Degradasi Tanah

Erosi Tanah
      Hasil penelitian mengindikasikan laju erosi tanah di Indonesia cukuptinggi dan telah berlangsung sejak awal abad ke-20 dan masih berlanjuthingga kini. Beberapa data dapat dikemukakan sebagai berikut:

a.    Sedimentasi di DAS Cilutung, Jawa Barat, memperlihatkan kenaikan lajuerosi tanah dari 0,9 mm/tahun pada 1911/1912 menjadi 1,9 mm/tahun pada 1934/1935, dan naik lagi menjadi 5 mm/ tahun pada 1970-an (Soemarwoto1974).
b.    Laju erosi di DAS Cimanuk, Jawa Barat, mencapai 5,2 mm/tahun,mencakup areal 332 ribu ha (Partosedono 1977).
c.    Pada tanah Ultisols di Citayam, Jawa Barat yang berlereng 14 % danditanami tanaman pangan semusim, laju erosi mencapai 25 mm/tahun(Suwardjo 1981).
d.    Di Putat, Jawa Tengah, laju erosi mencapai 15 mm/tahun, dan di Punung,Jawa Timur, sekitar 14 mm/tahun. Keduanya pada tanah Alfisols berlereng 9-10 % yang ditanami tanaman pangan semusim (Abdurachman et al. 1985).
e.    Di Pekalongan, Lampung, laju erosi tanah mencapai 3 mm/tahun padatanah Ultisols berlereng 3,5 % yang ditanami tanaman pangan semusim. Padatanah Ultisols berlereng 14 % di Baturaja, laju erosi mencapai 4,6 mm/tahun(Abdurachman et al. 1985).
     Data di atas mengindikasikan bahwa sekitar 40-250 m3 atau 35-220 tontanah/ha lahan tererosi setiap tahun, dengan laju peningkatan 7-14% atau 3-28ton tanah/ ha/tahun, dibanding di Amerika Serikat yang hanya 0,7ton/ha/tahun. Data menunjukkan bahwa luas lahan kritis di Indonesia terusmeningkat, yang diperkirakan telah mencapai 10,9 juta ha. BahkanDepartemen Kehutanan mengidentifikasi luas lahan kritis mencapai 13,2 jutaha. Penyebab utamanya adalah erosi dan longsor.

Pencemaran Tanah dan Kebakaran Hutan
     Selain terdegradasi oleh erosi, lahan pertanian juga mengalami penurunankualitas akibat penggunaan bahan agrokimia, yang meninggalkan residu zatkimia dalam tanah atau pada bagian tanaman seperti buah, daun, dan umbi.Hasil penelitian menunjukkan adanya residu insektisida pada beras dan tanahsawah di Jawa, seperti organofosfat, organoklorin, dan karbamat (Ardiwinataet al. 1999; Harsanti et al., 1999; Jatmiko et al. 1999). Pencemaran tanah juga terjadi di daerah pertambangan, seperti pertambangan emas liar di Pongkor,Bogor, yang menyebabkan pencemaran air raksa (Hg) dengan kadar 1,27-6,73 ppm sampai jarak 7-10 km dari lokasi pertambangan. Pencemaran tanahjuga ditemukan di kawasan industri, seperti industri tekstil, kertas, baterai,dan cat. Bahan-bahan kimia yang sering menimbulkan pencemaran tanahantara lain adalah Na, NH4, SO4, Fe, Al, Mn, Co, dan Ni (Tim Peneliti BakuMutu Tanah 2000).Proses degradasi tanah sebagai akibat kebakaran hutan terjadi setiap tahun,terutama di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Papua. Menurut Bakornas-PB dalam Kartodihardjo (2006), pada tahun 1998-2004 di Indonesia terjadi193 kali kebakaran hutan, yang mengakibatkan 44 orang meninggal dankerugian harta-benda senilai Rp647 miliar. Menurut Bappenas (1998), sekitar 1,5 juta ha lahan gambut di Indonesia terbakar selama musim kering 1997dan 1998. Parish (2002) melaporkan terjadinya kebakaran gambut seluas 0,5juta ha di Kalimantan pada musim kering 1982 dan 1983. Selain tanaman dansisa-sisa tanaman yang ada di permukaan tanah, berbagai material turuthangus terbakar, seperti humus dan gambut. Menurut Jaya et al. (2000),kebakaran hutan mengakibatkan hilangnya serasah dan lapisan atas gambut.Kerugian lainnya berupa gangguan terhadap keanekaragaman hayati,lingkungan hidup, kesehatan manusia dan hewan, serta kelancarantransportasi (Musa dan Parlan 2002).
Banjir, Longsor, dan Konversi Lahan
     Degradasi lahan pertanian juga sering disebabkan oleh banjir dan longsor,yang membawa tanah dari puncak atau lereng bukit ke bagian di bawahnya.Proses ini menimbulkan kerusakan pada lahan pertanian baik di lokasikejadian maupun areal yang tertimbun longsoran tanah, serta alur di antarakedua tempat tersebut. Proses degradasi lahan pertanian (dalam makna yangsebenarnya), yang tergolong sangat cepat menurunkan bahkanmenghilangkan produktivitas pertanian adalah konversi ke penggunaannonpertanian.
     Pada tahun 1981-1999, di Indonesia terjadi konversi lahan sawah seluas1,6 juta ha; dan sekitar 1 juta ha di antaranya terjadi di Jawa (Irawan et al.2001). Winoto (2005) menyatakan sekitar 42,4% lahan sawah beririgasi (3,1juta ha) telah direncanakan untuk dikonversi. Kondisi terburuk terjadi di Jawadan Bali, karena 1,67 juta ha atau 49,2% dari luas lahan sawah berpotensiuntuk dikonversi.

2.3 Dampak Degradasi Tanah
      Degradasi tanah tidak hanya berdampak buruk terhadap produktivitaslahan, tetapi juga mengakibatkan kerusakan atau gangguan fungsi lahanpertanian.

Produksi dan Mutu Hasil Pertanian
     Erosi tanah oleh air menurunkan produktivitas secara nyata melaluipenurunan kesuburan tanah, baik fisika, kimia maupun biologi. Langdale etal. (1979) dan Lal (1985) melaporkan bahwa hasil jagung menurun 0,07-0,15t/ha setiap kehilangan tanah setebal 1 cm. Hal ini terjadi karena tanah lapisanatas memiliki tingkat kesuburan paling tinggi, dan menurun pada lapisan dibawahnya. Penyebab utama penurunan kesuburan tersebut adalah kadar bahan organik dan hara tanah makin menurun, tekstur bertambah berat, danstruktur tanah makin padat.Penurunan produktivitas dan produksi pertanian juga dapat terjadi akibatproses degradasi jenis lain seperti kebakaran hutan (lahan) dan longsor, sertakonversi lahan pertanian ke nonpertanian.

Sumber Daya Air
     Erosi tanah bukan hanya berdampak terhadap daerah yang langsungterkena, tetapi juga daerah hilirnya, antara lain berupa pendangkalan dam-dam penyimpan cadangan air dan saluran irigasinya, pendangkalan sungai,dan pengendapan partikel-partikel tanah yang tererosi di daerah cekungan. Dengan demikian bukan saja lahan yang terkena dampak, tetapi juga kondisisumber daya air menjadi buruk.

Multifungsi Pertanian
      Lahan pertanian memiliki fungsi yang besar bagi kemanusiaan melaluifungsi gandanya (multifunctionality). Selain berfungsi sebagai penghasilproduk pertanian (tangible products) yang dapat dikonsumsi dan dijual,pertanian memiliki fungsi lain yang berupa intangible products, antara lainmitigasi banjir, pengendali erosi, pemelihara pasokan air tanah, penambat gaskarbon atau gas rumah kaca, penyegar udara, pendaur ulang sampah organik,dan pemelihara keanekaragaman hayati (Agus dan Husen 2004). Fungsisosial-ekonomi dan budaya pertanian juga sangat besar, seperti penyedialapangan kerja dan ketahanan pangan. Eom dan Kang (2001) dalam Agus danHusen (2004) mengidentifikasi 30 jenis fungsi pertanian di Korea Selatan.Fungsi-fungsi tersebut dapat terkikis secara gradual oleh erosi danpencemaran kimiawi, dan dapat berlangsung lebih cepat lagi denganterjadinya longsor, banjir, dan konversi lahan. Multifungsi tersebut perludilindungi, antara lain dengan strategi sebagai berikut: (1) meningkatkan citrapertanian beserta multifungsinya, (2) mengubah kebijakan produk pertanian harga murah, (3) meningkatkan upaya konservasi lahan pertanian,dan (4) menetapkan lahan pertanian abadi (Abdurachman 2006a).

2.4  Permasalahan Konservasi Tanah

Faktor Alami Penyebab Erosi
     Kondisi sumber daya lahan Indonesia cenderung mempercepat laju erositanah, terutama tiga faktor berikut: (1) curah hujan yang tinggi, baik kuantitasmaupun intensitasnya, (2) lereng yang curam, dan (3) tanah yang peka erosi,terutama terkait dengan genesa tanahData BMG (1994) menunjukkan bahwa sekitar 23,1% luas wilayahIndonesia memiliki curah hujan tahunan > 3.500 mm, sekitar 59,7% antara 2.000-3.500 mm, dan hanya 17,2% yang memiliki curah hujan tahunan <2.000 mm. Dengan demikian, curah hujan merupakan faktor pendorongterjadinya erosi berat, dan mencakup areal yang luas. Lereng merupakanpenyebab erosi alami yang dominan di samping curah hujan. Sebagian besar (77%) lahan di Indonesia berlereng > 3% dengan topografi datar, agak berombak, bergelombang, berbukit sampai bergunung. Lahan datar (lereng <3%) hanya sekitar 42,6 juta ha, kurang dari seperempat wilayah Indonesia(Subagyo et al. 2000). Secara umum, lahan berlereng (> 3%) di setiap pulaudi Indonesia lebih luas dari lahan datar (< 3%).

Praktek Pertanian yang Kurang Bijak
     Tingginya desakan kebutuhan terhadap lahan pertanian menyebabkantanaman semusim tidak hanya dibudidayakan pada lahan datar, tetapi jugapada lahan yang berlereng > 16%, yang seharusnya digunakan untuk tanamantahunan atau hutan. Secara keseluruhan, lahan kering datarberombak meliputiluas 31,5 juta ha (Hidayat dan Mulyani 2002), namun penggunaannyadiperebutkan oleh pertanian, pemukiman, industri, pertambangan, dan sektor lainnya. Pada umumnya, daya saing petani dan pertanian lahan kering jauhlebih rendah dibanding sektor lain, sehingga pertanian terdesak ke lahanlahanberlereng curam.Laju erosi tanah meningkat dengan berkembangnya budi daya pertanianyang tidak disertai penerapan teknik konservasi, seperti pada sistemperladangan berpindah yang banyak dijumpai di luar Jawa. Bahkan padasistem pertanian menetap pun, penerapan teknik konservasi tanah belummerupakan kebiasaan petani dan belum dianggap sebagai bagian penting daripertanian.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

     Konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidangtanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut danmemperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadikerusakan tanah. Upaya-upaya konservasi tanah ditujukan untuk (1) mencegaherosi, (2) memperbaiki tanah yang rusak, dan (3) memelihara serta meningkatkanproduktivitas tanah agar tanah dapat digunakan secara berkelanjutan.Konservasi tanah sangat berguna untuk menjaga dan memelihara tanahsehingga produktivitas tanah menjadi maksimal dan tidak mengalami kemundurandan kemiskinan unsur hara pada tanah. Akibat dari konservasi tanah, produktivitaspertanian pada setiap komoditi akan mengalami peningkatan, dan semua tindakanyang dilakukan untuk konservasi tanah sangat disarankan dan dilaksanakan sebaik mungkin, selain manusia yang meningkat dan kebutuhan akan pangan maupunkomoditi lainnya semakin meningkat. Konservasi tanah juga berperan pentingdalam menjaga lingkungan agar tetap bersahabat.Konservasi tanah selalu berhubungan dengan konservasi air, untuk menjaga tanah dan air agar tetap berkelanjutan maka dibuat metode-metodekonservasi tanah dan air, adapun metode tersebut adalah : teknik mulsa vertikal,teknik kebekolo, teknik teknologi konservasi tanah dan air, teknik biopori dan teknik  Groundwater conservation area.
     Sebaiknya, konservasi tanah dinegara Indonesia harus diperhatikankeberlangsungannya supaya target dan tujuan yang akan dicapai dalam kegiatanperdagangan mengalami peningkatan, dan menjaga keamanan berbagai komoditiserta memelihara lingkungan dari akibat yang dapat merugikan sekitar.

Close Menu