Pengendalian Hama Terpadu (PHT) secara Tradisional.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
     Hama adalah mahkluk yang sangat ditakuti oleh petani. Hama juga merupakan musuh para petani dari dulu hingga sampai sekarang ini. Kegagalan hasil panen yang disebabkan oleh hama masih sering kita dengar dan jumpai. Hama menjadi permasalahan yang sangat krusial bagi para petani hingga saat ini. Pengendalian Hama Terpadu (PHT)  merupakan penanganan masalah kerusakan pada tanaman akibat dari serangga atau penyakit pada tanaman tersebut.
     Dalam proses budi daya pertanian tidak terlepas dari apa yang namanya Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), kerugian akibat serangan hama bisa mencapai 37 %, penyakit 35 %, gulma 29 %, dan bahkan akibat yang di timbulkan oleh serangan hama bisa menyebabkan gagal panen .
     Pengendalian OPT bertujuan untuk mempertahankan produksi pertanian agar produksi tetap optimal, pengendalian hama adalah usaha –usaha manusia untuk menekan populasi hama sampai dibawah ambang batas yang merugikan secara ekonomi. Pengendalian dapat dilakukan dengan Pengendalian Hama Terpadu secara tradisional, yaitu memilih suatu cara atau menggabungkan beberapa cara pengendalian, sehingga tidak merugikan secara ekonomis, biologi dan ekologi. Dengan tingkat kesadaran yang tinggi tentang lingkungan yang sehat dan pertnian yang berkelanjutan diperlikan cara pengendalian yang tepat.

1.2    Tujuan Dan Kegunaan
     Untuk mengetahui cara mengendalikan hama dengan cara Pengendalian Hama Terpadu (PHT)  secara tradisional. 


BAB III
PEMBAHASAN

2.1 Bermacam-Macam Metode Pengendalian
     Pengendalian hama terpadu didefinisikan sebagai cara pendekatan atau cara berfikir tentang pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan berkelanjutan. Dengan pengertian ini, konsepsi PHT telah sejalan dengan paradigma pembangunan agribisnis. Konsep PHT muncul dan berkembang sebagai koreksi terhadap kebijakan pengendalian hama secara konvensional yang menekankan penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida dalam kerangka penerapan PHT secara konvensional ini menimbulkan dampak negatif yang merugikan baik ekonomi, kesehatan, maupun lingkungan sebagai akibat penggunaan yang tidak tepat dan berlebihan.
     Pelaksanaan program pengendalian hama terpadu (Integreted Pest Management) merupakan langkah yang sangat strategis dalam kerangka tuntutan masyarakat dunia terhadap berbagai produk yang aman dikonsumsi, menjaga kelestarian lingkungan, serta pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan yang memberikan manfaat antar waktu dan antar generasi. Salah satu pertimbangan dasar, pentingnya melakukan introduksi teknologi PHT, adalah adanya pergeseran strategi pembangunan dari pendekatan pertumbuhan, top down, dan bersifat jangka pendek (pola pembangunan konvensional) ke arah pendekatan pembangunan pemerataan, partisipatif, jangka panjang dan berkelanjutan yang disebut pola pembangunan berkelanjutan.
Berikut ini ada beberapa metode pengendalian hama terpadu dengan cara tradisional
1.  Petak Perangkap
     Untuk menarik tikus, buatlah petak perangkap dengan ukuran 25 x 25 m. Tanami padi pada petak perangkap tiga minggu lebih dulu sebelum pertanaman lain disekitarnya. Lokasi petak didekat habitat tikus seperti tepi kampung, tanggul irigasi, pematang besar, dsb. Buat pagar di sekeliling petak kemudian buat parit air dengan ukuran 0,5 m disekeliling pagar (Gb. 1).
 (Gb. 1.)

2. Pembuatan Pagar
Pengendalian hama dengan penghalang/pagar atau barier adalah berbagai ragam factor fisik yang dapat menghalangi atau membatasi pergerakan hyama sehingga tidak menjadi masalah bagi petani. Cara ini menekankan aspek pencegahan terhadap hama yang dating atau yang menyerang, macam penghalang seperti pematang yang tinggi, lobang atau selokan jebakan, parit berisi air, pagar terbuat dari seng, atau lembaran plastic yang dipasang keliling.
     Pagar dapat dibuat dari plastik maupun terpal. Jika menggunakan plastik, pilih plastik dengan tebal 0,8 mm dan lebar 50 cm. Sebagai tiang penyangga pagar, pancangkan tiang bamboo disekeliling parit dengan tinggi sekitar 75 cm pada jarak setiap 1 m. Selanjutnya bentangkan tali plastik atau rafia dengan kuat antara tiap ujung, bagian luar tiang-tiang, kemudian kaitkan plastik pada tali dengan lidi (Gb. 2).


(Gb. 2.)
Jika menggunakan terpal, potong terpal selebar 65 cm. Lipat dan jahit kedua tepinya agar kuat. Pada jarak setiap 1 meter, jahitkan pula tempelan berbentuk selongsong untuk menyisipkan tiang bamboo. Pagar dari terpal dapat digunakan terus menerus selama tiga tahun. Sedangkan pagar plastik hanya dapat dipakai untuk 1 musim tanam.

3. Bubu Perangkap
Perangkap bubu termasuk kedalam komponen pengendalian fisik dan mekanik, yang merupakan teknik pengendalian yang paling kuno, dilakukan oleh manusia sejak manusia mengusahakan pertanian. Pengendalian fisik dan mekanik merupakan tindakan yang dilakukan dengan tujuan secara langsung dan tidak langsung, mematikan, mengganggu aktivitas dan merubah lingkungan sedemikian rupa sehingga lingkungan menjadi tidak sesuai bagi kehidupan hama. Pengendalian dengan perangkap bubu aman akan kesehatan manusia dan lingkungan karena tanpa menggunakan bahan kimia yang berbahaya.

Bubu dibuat dari kawat ram berbentuk kotak dengan ukuran panjang 40 cm, lebar 30 cm, dengan tinggi 30 cm. Salah satu sisi bubu dilengkapi corong kawat yang dapat dilalui tikus. Sisi lainnya mempunyai pintu untuk mengeluarkan tikus yang terperangkap (Gb. 3).

(Gb 3.)
Tempatkan bubu di dalam petak (dibelakang pagar) dengan pintu corong bubu tepat di belakang lubang yang dibuat pada bagian bawah pagar. Jumlah bubu paling sedikit empat, masing-masing ditempatkan di satu sisi petak. Di parit di bagian luar pagar dibuat jembatan bagi tikus menuju lubang perangkap.
Cara Pemeliharaan Perangkap Bubu Tikus :
•    - Periksa bubu setiap pagi
•    - Bila ada tikus yang terperangkap, bubu diambil dan dibenamkan ke dalam air selama 10  
menit (Gb.4).

(Gb. 4)
•    - Keluarkan tikus yang telah mati dari bubu
•    - Bersihkan bubu sebelum digunakan kembali. Bila kurang bersih, maka bubu akan 
dihindari tikus
•    - Pertanaman padi pada petak perangkap harus dirawat seperti pertanaman lain
disekitarnya.

Hal yang harus dihindari
Beberapa kesalahan umum yang membuat petak perangkap kurang berhasil, antara lain :
•    - Petak perangkap dibuat jauh dari habitatnya.
•    - Ukuran petak perangkap terlalu kecil
•    - Umur pertanaman petak tidak berbeda, dengan pertanaman di sekitarnya.
•    - Parit kering sehingga memudahkan tikus untuk melubangi pagar.
•    - Ada tumbuhan atau benda lain di bagian luar pagar, sehingga dapat dipanjat tikus
Efektifitas Perangkap Bubu Tikus
Bila dibuat dengan baik, setiap petak perangkap dapat menarik perhatian tikus dari jarak 200 meter. Pengendalian tikus dengan perangkap bubu akan lebih efektif bila digabungkan dengan cara lain misalnya emposan.

4. Membuat Perangakap Hama
Pengendalian dengan perangkap terhadap hama adalah mengupayakan hama bisa masuk/ tertangkap dalam jebakan, sehingga tidak bisa keluar lagi. Macam perangkap bisa dengan zat-zat penarik dari tumbuhan / sintetik sepertieugenol yang dipasang pada aqua untuk menarikdan memangkap hama lalat buah, dengan lubang bubu untuk menangkap hama tikus.


     Adapun bahan-bahan yang dipergunakan untuk membuat perangkap hama bisa dibuat dari bahan sederhana yang sudah tidak terpakai lagi kita anggap sebagai sampah dan mudah di dapatkan seperti :
•    botol aqua besar atau sejanis botol plastic yang lainnya.
•    corong ukuran sedang.
•    lem
•    cuka
•    gula merah
•    kawat ikat atau tali yang gunanya untuk mengikat.
Cara pembuatan.
•    Lubangi botol pada bagian samping minimal dua buah lubang dengan ukuran sebesar leher corong. Masukan leher corong kebagian lubang tersebut dan kemudian rekatkan dengan lem agar lebih kuat dudukannya pada botol tersebut.
•    Lalu masukan gula merah satu potong kedalam botol aqua tersebut dan tambah cuka seukuran setengah botol aqua akua tersebut.
•    Lalu ikatkan tali atau kawat untuk memudahkan kita untuk mengantungnya pada tempat-tempat yang kita inginkan.
2. Perangkap papan kuning.
Tehnik ini dapat juga kita gunakan dalam penanggulangan hama. Namun tehnik ini harus ada perawatan khusus karena bahan yang di pergunakan adalah perekat alami yang berasal dari getah sukun, getah nangka. Sedangkan perekat sintetis lainnya dapat juga dipergunakan seperti lem yang masa pengeringannya agak sedikit lama.
Bahan-bahan untuk membuat perangkap.
•    Satupotong papan berukuran 2x20x20 cm atau dapat juga digantikan dengan menggunakan tempurung kelapa.
•    Cat kuning + kuas.
•    Gula merah.
•    Gagang penyangga dan paku.
Cara pembuatan dan pengunaannya.
•    Lumuri papan atau tempurung dengan cat kuning dan tunggu beberapa saat hingga kering.
•    Tambahkan perekat pada permukaan papan atau tempurung tersebut.
•    Berikan umpan yang diletakan ditengah perangkap untuk mengundang hama tersebut agar datang dan memakan umpan tersebut.
•    Lalu tancapkan perangkap yang sudah kita buat tadi di tengah bedeng atau kebun. Buatlah beberapa buah perangkap yang sama dan letakkan dengan jarak 2 meter antara perangkap yang satu dengan yang lainnya.
3. Perangkap jaring.
Bahan-bahan yang diperlukan :
•    Jaring nyamuk.
•    Benang dan jarum jahit.
•    Gagang penyangga kayu atau bambu.
•    Kawat pembentuk
•    Umpan.
Cara pembuatan :
•    Bentuklah jaring dengan menjahit tergantung bentuk yang di inginkan dengan mengikuti bentuk bingkai kawat.
•    Buatlah atau sisakan lubang masuk yang berbentuk krucut agar hama bisa keluar setelah masuk.
•    Dapat dipasang dipingiran kebun atau lahan sesuai dengan kebutuhan.
Catatan :
Jika perangkap kurang efektiv……! pakailah umpan yang berbau tajam (menyengat) agar cepat terdeteksi oleh hama.
4. Perangkap lidi dan pelepah sagu.
Tehnik ini hampir sama halnya dengan perangkap papan kuning yang membedakanya hanya skala jangkauannya lebih kecil dari papan kining sedangkan bahan dan cara kerjanya tetap sama.
Bahan yang digunakan:
•    Lidi aren/kelapa.
•    Perekat.
•    Umpan penarik perhatian.
Cara pembuatan dan penggunaannya :
•    Lumuri lidi dengan perekat lalu tusukkan umpan tersebut pada ujung lidi dan siap untuk dipergunakan yang ditancapkan pada lahan.
•    Berbeda halnya dengan pengunaan perangkap dari pelepah sagu karena pelepah sagu mempunyai lender sebagai getah yang dapat berfungsi sebagai lemperekat. kita hanya perlu menambahkan umpan dan menancapkanya dibagian atas.
•    Tancapkan perangkap tersebut dalam kebun dengan jarak 50cm untuk perangkap jenis lidi.
•    Untuk jenis perangkap yang mempergunakan pelepah sagu dapat diperjarak dengan ukuran 70cm atau tergantung kebutuhan.
Metode ini sangat evektif untuk jenis hama serangga yang sering menyerang pada tanaman-tanaman sayuran.



BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
     Pengendalian OPT tetap harus mengarah dan berpegang pada prinsip bahwa sistim pengendalian pada suatu wilayah adalah efektif dan efisien serta berwawasan lingkungan. Konsepsi pengendalian yang dikombinasikan dari berbagai cara dan dikembangkan secara lebih luas yaitu sebagai suatu sistim  pengelolaan populasi hama yang menggunakan semua tehnik yang sesuai dan  kompatibel (saling mendukung) untuk menurunkan populasi sampai tingkat dibawah ambang kerugian ekonomi dan konsep ini dikenal dengan konsep Pengendalian hama Terpadu (PHT).

            PHT adalah upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan OPT dengan menggunakan berbagai teknik pengendalian yang kompatibel dan di kembangkan dalam satu kesatuan untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup.

            Sistem penerapan PHT bersifat dinamis, artinya penerapan PHT bukan dalam bentuk paket teknologi, tetapi dalam bentuk lentur sesuai dengan ekosistem pertanaman. Oleh sebab itu, perlu informasi dan pengetahuan berupa  unsur dasar dan komponen PHT.
Previous Post Next Post