BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Musim hujan tiba maka perlu diwaspadai adanya genangan – genangan air yang terjadi pada selokan yang buntu, gorong – gorong yang tidak lancar serta adanya banjir yang berkepanjangan, perlu diwaspadai adanya tempat reproduksi atau berkembangbiaknya nyamuk pada genangan – genangan tersebut sehingga dapat mengakibatkan musim nyamuk telah tiba pula, itulah kata-kata yang melakat pada saat ini. saatnya kita melakukan antisipasi adanya musim nyamuk dengan cara pengendalian nyamuk dengan pendekatan perlakukan sanitasi lingkungan atau non kimiawi yang tepat sangat diutamakan sebelum dilakukannya pengendalian secara kimiawi.
Selama ini semua manusia pasti mengatahui dan mengenal serangga yang disebut nyamuk. Antara nyamuk dan manusia bisa dikatakan hidup berdampingan bahkan nyaris tanpa batas. Namun, berdampingannya manusia dengan nyamuk bukan dalam makna positif. Tetapi nyamuk dianggap mengganggu kehidupan umat manusia. Meski jumlah nyamuk yang dibunuh manusia jauh lebih banyak daripada jumlah manusia yang meninggal karena nyamuk, perang terhadap nyamuk seolah menjadi kegiatan tak pernah henti yang dilakukan oleh manusia.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan.Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Dokter dan tenaga kesehatan lainnya seperti Bidan dan Pak M Demam Berdarah Dengue (DBD) kini sedang mewabah, tak heran jika penyakit ini menimbulkan kepanikan di Masyarakat. Hal ini disebabkan karena penyakit ini telah merenggut banyak nyawa. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI terdapat 14 propinsi dalam kurun waktu bulan Juli sampai dengan Agustus 2005 tercatat jumlah penderita sebanyak 1781 orang dengan kejadian meninggal sebanyak 54 orang.
DBD bukanlah merupakan penyakit baru, namun tujuh tahun silam penyakit inipun telah menjangkiti 27 provinsi di Indonesia dan menyebabkan 16.000 orang menderita, serta 429 jiwa meninggal dunia, hal ini terjadi sepanjang bulan Januari sampai April 1998 (Tempo, 2004). WHO bahkan memperkirakan 50 juta warga dunia, terutama bocah-bocah kecil dengan daya tahan tubuh ringkih, terinfeksi demam berdarah setiap tahun.
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah demam dengue yang disertai pembesaran hati dan manifestasi perdarahan. Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. DBD merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang penularannya dari satu penderita ke penderita lain disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Oleh karena itu langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran DBD adalah dengan memotong siklus penyebarannya dengan memberantas nyamuk tersebut. Salah satu cara untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti adalah dengan melakukan Fogging. Selain itu juga dapat dilakukan pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan abatisasi untuk memberantas jentik nyamuk. Program studi Kesehatan Lingkungan Program Diploma tiga Kesehatan FIK UMS sebagai salah satu institusi yang dapat melaksanakan fogging merasa bertanggung jawab untuk mencegah penyebaran penyakit ini. Sebagai wujud kepedulian itu maka dilaksanakan program fogging di beberapa daerah.
Berbagai upaya pengendalian penyakit demam berdarah dengue (DBD) telah dilaksanakan meliputi : promosi kesehatan tentang pemberantasan sarang nyamuk, pencegahan dan penanggulangan faktor resiko serta kerja sama lintas program dan lintas sector terkait sampai dengan tingkat desa /kelurahan untuk pemberantasan sarang nyamuk. Masalah utama dalam upaya menekan angka kesakitan DBD adalah belum optimalnya upaya pergerakan peran serta masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk Demam Berdarah Dengue. Oleh karena itu partisipasi masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD tersebut perlu di tingkatkan antara lain pemeriksaan jentik secara berkala dan berkesinambungan serta menggerakan masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD.
A. Perumusan Masalah
Adapun beberapa masalah yang akan di rumuskan dalam memecahkan masalah demam berdarah antara lain :
1. Apa sebenarnya penyakit demam berdarah dengue dan apa penyebabnya?
2. Bagaimana cara penularan penyakit demam berdarah dan siklus hidup vektor penular penyakit DBD?
3. Seperti apa patogenitas DBD terhadap manusia?
4. Bagaimana cara pencegahan penyakit DBD ?
5. Bagaimana cara memberantas penyakit demam berdarah agar tidak mewabah ?
6. Apa saja cara pengobatan penyakit demam berdarah ?
B. Tujuan
Tujuan di buatnya makalah ini adalah :
1. Memberi pengetahuan mengenai penyakit demam berdarah dengue dan penyebabnya.
2. Memberi pengetahuan tentang cara penularan dan vektor penyakit demam berdarah
3. Memberi pengetahuan tentang patogenitas DBD
4. Memberikan informasi tentang cara pemberantasan penyakit demam berdarah.
5. Memberikan pengetahuan tentang cara pengobatan penyakit demam berdarah.
6. Mengetahui gejala dan berbagai pencegahan untuk penyakit demam berdarah tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian penyakit demam berdarah dengue (DBD)
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan.
Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Dokter dan tenaga kesehatan lainnya seperti Bidan dan Pak Mantri ;-) seringkali salah dalam penegakkan diagnosa, karena kecenderungan gejala awal yang menyerupai penyakit lain seperti Flu dan Tipes (Typhoid).
Tanda dan Gejala Penyakit Demam Berdarah Dengue Masa tunas / inkubasi selama 3 – 15 hari sejak seseorang terserang virus dengue, Selanjutnya penderita akan menampakkan berbagai tanda dan gejala demam berdarah sebagai berikut :
1. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 – 40 derajat Celsius).
2. Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya jentik (puspura) perdarahan.
3. Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam (konjungtiva), Mimisan (Epitaksis), Buang air besar dengan kotoran (Peaces) berupa lendir bercampur darah (Melena), dan lain-lainnya.
4. Terjadi pembesaran hati (Hepatomegali).
5. Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok.
6. Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3 – 7 terjadi penurunan trombosit dibawah 100.000 /mm3 (Trombositopeni), terjadi peningkatan nilai Hematokrit diatas 20% dari nilai normal (Hemokonsentrasi).
7. Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, muntah, penurunan nafsu makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang dan sakit kepala.
8. Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi.
9. Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit pada persendian.
10. Munculnya bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.
B. Vector penyakit demam berdarah dengue
1. Klasifikasi vector penyakit demam berdarah
Aedes aegypti
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Culicidae
Genus : Aedes
Upagenus : Stegomyia
Spesies : Ae. aegypti
Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, A. aegypti juga merupakan pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa virus dengue, A. aegypti merupakan pembawa utama (primary vector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus persebaran dengue di desa dan kota. Mengingat keganasan penyakit demam berdarah, masyarakat harus mampu mengenali dan mengetahui cara-cara mengendalikan jenis ini untuk membantu mengurangi persebaran penyakit demam berdarah.
Terjadinya penularan virus Dengue tidak dapat dilepaskan dari keberadaan vektornya, karena tanpa adanya vektor tidak akan terjadi penularan. Ada beberapa vektor yang dapat menularkan virus Dengue tetapi yang dianggap vektor penting dalam penularan virus ini adalah nyamuk Aedes aegypti walaupun di beberapa negara lain Aedes albopictus cukup penting pula peranannya seperti hasil penelitian yang pernah dilakukan di pulau Mahu Republik Seychelles (Metsellar, 1997).
Untuk daerah urban Aedes albopictus ini kurang penting peranannya (Luft,1996). Selain kedua spesies ini masih ada beberapa spesies dari nyamuk Aedes yang bisa bertindak sebagai vektor untuk virus Dengue seperti Aedes rotumae, Aedes cooki dan lain-lain. Sub famili nyamuk Aedes ini adalah Culicinae, Famili Culicidae, sub Ordo Nematocera dan termasuk Ordo diptera (WHO, 2004).
Bila nyamuk Aedes menghisap darah manusia yang sedang mengalami viremia, maka nyamuk tersebut terinfeksi oleh virus Dengue dan sekali menjadi nyamuk yang infektif maka akan infektif selamanya (Putman JL dan Scott TW., 1996). Selain itu nyamuk betina yang terinfeksi dapat menularkan virus ini pada generasi selanjutnya lewat ovariumnya tapi hal ini jarang terjadi dan tidak banyak berperan dalam penularan pada manusia. Virus yang masuk dalam tubuh nyamuk membutuhkan waktu 8-10 hari untuk menjadi nyamuk infektif bagi manusia dan masa tersebut dikenal sebagai masa inkubasi eksternal (WHO, 1997).
2. Ciri morfologi
Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang dengan tubuh berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan gari-garis putih keperakan. Di bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari spesies ini. Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Ukuran dan warna nyamuk jenis ini kerap berbeda antar populasi, tergantung dari kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki perbedaan dalam hal ukuran nyamuk jantan yang umumnya lebih kecil dari betina dan terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang.
Untuk genus Aedes ciri khasnya bentuk abdomen nyamuk betina yang lancip ujungnya dan memiliki cerci yang lebih panjang dari cerci nyamuk lainnya. Nyamuk dewasa mempunyai ciri pada tubuhnya yang berwarna hitam mempunyai bercak-bercak putih keperakan atau putih kekuningan, dibagian dorsal dari thorak terdapat bercak yang khas berupa 2 garis sejajar di bagian tengah dan 2 garis lengkung di tepinya. Aedes albopictus tidak mempunyai garis melengkung pada thoraknya. Larva Aedes mempunyai bentuk siphon yang tidak langsing dan hanya memiliki satu pasang hair tuft serta pecten yang tumbuh tidak sempurna dan posisi larva Aedes pada air biasanya membentuk sudut pada permukaan atas.
Nyamuk betina meletakkan telurnya di atas permukaan air dalam keadaan menempel pada dinding tempat perindukannya. Telur Aedes aegypti mempunyai dinding yang bergaris-garis dan membentuk bangunan menyerupai gambaran kain kasa. Seekor nyamuk betina dapat meletakkan rata-rata sebanyak 100 butir telur tiap kali bertelur. Pertumbuhan dari telur sampai menjadi dewasa memerlukan waktu kira-kira 9 hari (Srisasi G et al., 2000).
C. Perilaku dan siklus hidup Aedes aegypti
Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang mengisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang diperlukannya untuk memproduksi telur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari nektar bunga ataupun tumbuhan. Jenis ini menyenangi area yang gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah. Demam berdarah kerap menyerang anak-anak karena anak-anak cenderung duduk di dalam kelas selama pagi hingga siang hari dan kaki mereka yang tersembunyi di bawah meja menjadi sasaran empuk nyamuk jenis ini.
Nyamuk dewasa betina mengisap darah manusia pada siang hari yang dilakukan baik di dalam rumah ataupun luar rumah. Pengisapan darah dilakukan dari pagi sampai petang dengan dua puncak yaitu setelah matahari terbit (08.00-10.00) dan sebelum matahari terbenam (15.00-17.00) (Srisasi G et al., 2000).
Infeksi virus dalam tubuh nyamuk dapat mengakibatkan perubahan perilaku yang mengarah pada peningkatan kompetensi vektor, yaitu kemampuan nyamuk menyebarkan virus. Infeksi virus dapat mengakibatkan nyamuk kurang handal dalam mengisap darah, berulang kali menusukkan proboscis nya, namun tidak berhasil mengisap darah sehingga nyamuk berpindah dari satu orang ke orang lain. Akibatnya, risiko penularan virus menjadi semakin besar.
Di Indonesia, nyamuk A. aegypti umumnya memiliki habitat di lingkungan perumahan, di mana terdapat banyak genangan air bersih dalam bak mandi ataupun tempayan. Oleh karena itu, jenis ini bersifat urban, bertolak belakang dengan A. albopictus yang cenderung berada di daerah hutan berpohon rimbun (sylvan areas).
Semua tempat penyimpanan air bersih yang tenang dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes misalnya gentong air murni, kaleng kosong berisi air hujan, bak kamar mandi atau pada lipatan dan lekukan daun yang berisi air hujan, vas bunga berisi air dan lain-lain. Nyamuk Aedes aegypti lebih banyak ditemukan berkembang biak pada kontainer yang ada dalam rumah.
Perkembangan hidup nyamuk Aedes aegypti dari telur hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 10-12 hari dan umur nyamuk Aedes aegypti betina berkisar antara 2 minggu sampai 3 bulan atau rata-rata 1,5 bulan, tergantung dari suhu kelembaban udara sekelilingnya (Biswas et al., 1997).
Nyamuk A. aegypti, seperti halnya culicines lain, meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual. Telur berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain. Telur menetas dalam 1 sampai 2 hari menjadi larva. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan dari instar 1 ke instar 4 memerlukan waktu sekitar 5 hari. Setelah mencapai instar ke-4, larva berubah menjadi pupa di mana larva memasuki masa dorman. Pupa bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7 hingga 8 hari, namun dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung.
Telur Aedes aegypti tahan kekeringan dan dapat bertahan hingga 1 bulan dalam keadaan kering. Jika terendam air, telur kering dapat menetas menjadi larva. Sebaliknya, larva sangat membutuhkan air yang cukup untuk perkembangannya. Kondisi larva saat berkembang dapat memengaruhi kondisi nyamuk dewasa yang dihasilkan. Sebagai contoh, populasi larva yang melebihi ketersediaan makanan akan menghasilkan nyamuk dewasa yang cenderung lebih rakus dalam mengisap darah. Sebaliknya, lingkungan yang kaya akan nutrisi menghasilkan nyamuk-nyamuk.
Nyamuk Aedes aegypti lebih senang mencari mangsa di dalam rumah dan sekitarnya pada tempat yang terlindung atau tertutup. Hal ini agak berbeda dengan Aedes albopictus yang sering dijumpai diluar rumah dan menyukai genangan air alami yang terdapat di luar rumah misalnya potongan bambu pagar, tempurung kelapa, lubang pohon yang berisi air (Allan, 1998). Tempat peristirahatan nyamuk Aedes aegypti berupa semak-semak atau tanaman rendah termasuk rerumputan yang terdapat di halaman/kebun/pekarangan rumah, juga berupa benda-benda yang tergantung di dalam rumah seperti pakaian, sarung, kopiah dan lain sebagainya (Srisasi G et al., 2000).
Aedes aegypti merupakan spesies nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis yang terletak antara 35º lintang utara dan 35º lintang selatan. Selain itu Aedes aegypti jarang ditemukan pada ketinggian lebih dari 1.000 m. Tetapi di India pernah ditemukan pada ketinggian 2.121 m dan di California 2.400 m. Nyamuk ini mampu hidup pada temperatur 8ºC-37ºC. Aedes aegypti bersifat Anthropophilic dan sering tinggal di dalam rumah (WHO, 1997).
Kemampuan terbang nyamuk betina bisa mencapai 2 km tetapi kemampuan normalnya kira-kira 40 meter. Nyamuk Aedes mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple bitters) yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan karena nyamuk Aedes aegypti sangat sensitif dan mudah terganggu. Keadaan ini sangat membantu Aedes aegypti dalam memindahkan virus Dengue ke beberapa orang sekaligus sehingga dilaporkan adanya beberapa penderita DBD di dalam satu rumah (Depkes, 2004).
Memonitor kepadatan populasi Aedes aegypti merupakan hal yang penting dalam mengevaluasi adanya ancaman penyakit Demam Berdarah Dengue di suatu daerah dan pengukuran kepadatan populasi nyamuk yang belum dewasa dilakukan dengan cara pemeriksaan tempat-tempat perindukan di dalam dan luar rumah. Ada 3 angka indeks yang perlu diketahui yaitu indeks rumah, indeks kontainer dan indeks Breteau (Srisari G et al., 2000). Indeks Breteau adalah jumlah kontainer yang positif dengan larva Aedes aegypti dalam 100 rumah yang diperiksa. Indeks Breteau merupakan indikator terbaik untuk menyatakan kepadatan nyamuk, sedangkan indeks rumah menunjukkan luas persebaran nyamuk dalam masyarakat. Indeks rumah adalah prosentase rumah ditemukannya larva Aedes aegypti. Indeks kontainer adalah prosentase kontainer yang positif dengan larva Aedes aegypti. Penelitian dari Bancroft pada tahun 1906 memberi dasar kuat untuk mempertimbangkan Aedes aegypti sebagai vektor dengan cara menginfeksi 2 sukarelawan di daerah tempat terjadinya infeksi alamiah. Dasar ini didukung pula dengan hasil penelitian Cleland dan kawan-kawan tahun 1917, juga penelitian dari Jupp tahun 1993 di Afrika Selatan yang menyatakan populasi Aedes aegypti paling besar potensinya sebagai vektor untuk virus DEN-1 dan DEN-2 (WHO, 2002).
D. Patogenitas dbd
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus Dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus. Virus Dengue termasuk genus Flavivirus, famili Flaviviridae, yang dibedakan menjadi 4 serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Keempat serotipe virus ini terdapat di Indonesia dan dilaporkan bahwa serotipe virus DEN 3 sering menimbulkan wabah, sedang di Thailand penyebab wabah yang dominan adalah virus DEN 2 (Syahrurahman A et al., 1995). Penyakit ini ditunjukkan dengan adanya demam secara tiba-tiba 2-7 hari, disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi dan otot (myalgia dan arthralgia) dan ruam merah terang, petechie dan biasanya muncul dulu pada bagian bawah badan menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare (Soewandoyo E., 1998).
Manifestasi klinik terwujud sebagai akibat adanya kebocoran plasma dari pembuluh darah perifer ke jaringan sekitar. Infeksi virus Dengue dapat bersifat asimtomatik atau simtomatik yang meliputi panas tidak jelas penyebabnya (Dengue Fever, DF), Demam Berdarah Dengue (DBD), dan demam berdarah dengan renjatan (DSS) dengan manifestasi klinik demam bifasik disertai gejala nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot, dan timbulnya ruam pada kulit ( Soegijanto S., 2004).
Virus Dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus. Di dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sistem retikuloendotelial, dengan target utama virus Dengue adalah APC (Antigen Presenting Cells ) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel Kupffer dari hepar dapat juga terkena (Harikushartono et al., 2002). Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Precenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemaglutinasi, antibodi fiksasi komplemen (Gubler DJ., 1998).
Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial yang pada saat ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada penyakit infeksi virus, yaitu kerentanan yang dapat diwariskan. Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic susceptibility) antar individu terhadap infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme penyebab serta lingkungannya (Darwis D., 1999).
Patofisiologi primer DBD dan Dengue Shock Syndrom (DSS) adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang diikuti kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah (Gambar 2.1). Volume plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, yang didukung penemuan post mortem meliputi efusi serosa, efusi pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemi (Soedarmo, 2002).
Patogenesis DBD masih kontroversial dan masing-masing hanya dapat menjelaskan satu atau beberapa manifestasi kliniknya dan belum dapat menjelaskan secara utuh keseluruhan fenomena (Soetjipto et al., 2000). Beberapa teori tentang patogenesis DBD adalah The Secondary Heterologous Infection Hypothesis, Hipotesis Virulensi Virus, Teori Fenomena Antibodi Dependent Enhancement (ADE), Teori Mediator, Peran Endotoksin, dan Teori Apoptosis (Soegijanto S., 2004).
Pencegahan dan pemberantasan infeksi Dengue diutamakan pada pemberantasan vektor penyakit karena vaksin yang efektif masih belum tersedia. Pemberantasan vektor ini meliputi pemberantasan sarang nyamuk dan pembasmian jentik. Pemberantasan sarang nyamuk meliputi pembersihan tempat penampungan air bersih yang merupakan sarana utama perkembangbiakan nyamuk, diikuti penimbunan sampah yang bisa menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Tempat air bersih perlu dilindungi dengan ditutup yang baik. Pembasmian jentik dilakukan melalui kegiatan larvaciding dengan abate dan penebaran ikan pemakan jentik di kolam-kolam (Soegijanto S., 2004).
E. Cara Pemberantasan Demam Berdarah
Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini. Pada awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan, kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang belum memperlihatkan hasil yang memuaskan. Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti (Rozendaal JA., 1997).
Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu:
a. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh : menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu, mengganti dan menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali, menutup dengan rapat tempat penampungan? air, mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah?. Tumpah atau bocornya air dari pipa distribusi, katup air, meteran air dapat menyebabkan air menggenang dan menjadi habitat yang penting untuk larva Aedes aegypti jika tindakan pencegahan tidak dilakukan.
b. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14). Peran pemangsa yang dimainkan oleh copepod crustacea (sejenis udang-udangan) telah didokumentasikan pada tahun 1930-1950 sebagai predator yang efektif terhadap Aedes aegypti (Kay BH., 1996). Selain itu juga digunakan perangkap telur autosidal (perangkap telur pembunuh) yang saat ini sedang dikembangkan di Singapura.
c. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan pengasapan (fogging) (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Fogging merupakan salah satu bentuk upaya untuk dapat memutus rantai penularan penyakit DHF, dengan adanya pelaksanaan fogging diharapkan jumlah penderita Demam Berdarah DHF dapat berkurang. Sebelum pelaksanaan fogging pada masyarakat telah diumumkan agar menutup makanannya dan tidak berada di dalam rumah ketika dilakukan fogging termasuk orang yang sakit harus diajak ke luar rumah dahulu, selain itu semua ternak juga harus berada di luar. Namun demikian untuk menghindari hal – hal yang tidak diinginkan maka dalam pelaksanaannya fogging dilakukan oleh 2 orang operator. Operator I (pendamping) bertugas membuka pintu, masuk rumah dan memeriksa semua ruangan yang ada untuk memastikan bahwa tidak ada orang dalam rumah termasuk bayi, anak-anak maupun orang tua dan orang yang sedang terbaring sakit, selain itu ternak-ternak sudah harus dikeluarkan serta semua makanan harus sudah ditutup. Setelah siap operator pendamping ke luar dan operator II (Operator swing Fog) memasuki rumah dan melakukan fogging pada semua ruangan dengan cara berjalan mundur. Setelah selesai operator pendamping baru menutup pintu. Rumah yang telah di fogging ini harus dibiarkan tertutup selama kurang lebih satu jam dengan harapan nyamuk-nyamuk yang berada dalam rumah dapat terbunuh semua, dengan cara ini nyamuk-nyamuk akan terbunuh karena malathion bekerja secara “knoc donw”. Setelah itu fogging dilanjutkan di luar rumah / pekarangan. Setelah satu rumah beserta pekarangannya selesai difogging maka fogging dilanjutkan ke rumah yang lain, sampai semua rumah dan pekarangan milik warga difogging.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan fogging dengan swing fog untuk mendapatkan hasil yang optimal adalah sebagai berikut :
a. Konsentrasi larutan dan cara pembuatannya. Untuk malation, konsentrasi larutan adalah 4 – 5 %.
b. Nozzle yang dipakai harus sesuai dengan bahan pelarut yang digunakan dan debit keluaran yang diinginkan.
c. Jarak moncong mesin dengan target maksimal 100m, efektif 50m.d) Kecepatan berjalan
d. ketika memfogging, untuk swing fog kurang lebih 500 m2 atau 2 – 3 menit untuk satu rumah dan halamannya.
e. Waktu fogging disesuaikan dengan kepadatan/aktivitas puncak dari nyamuk, yaitu jam 09.00 – 11.00.
Dalam pelaksanaan fogging inipun telah diperhatikan hal-hal di atas sehingga diharapkan hasilnya juga optimal. Berdasarkan hasil survei jentik ternyata masih ditemukan jentik di 5 rumah penduduk. Jentik tersebut berada di kamar mandi, satu kamar mandi ditemukan di luar rumah dengan kondisi kurang bersih dan kurang terawat, sedang 4 kamar mandi yang lain berada di dalam rumah. Bahkan satu kamar mandi terbuat dari keramik, namun demikian kamar mandi ini berhubungan langsung dengan pekarangan yang cukup luas dengan tanaman-tanaman besar yang cukup banyak, sehingga dimungkinkan nyamuk berasal dari pekarangan. Bagi penduduk yang kamar mandinya masih ditemukan jentik, maka pada saat itu juga team yang bertugas langsung memberikan pengarahan dan penyuluhan pada pemilik rumah untuk membersihkan kamar mandinya agar tidak menjadi sarang nyamuk.
Pendapat masyarakat bahwa fogging merupakan cara yang paling tepat untuk mencegah penyebaran penyakit demam berdarah sebenarnya kurang tepat, karena cara ini sesungguhnya hanya bertujuan untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti dewasa, sehingga jika di beberapa rumah penduduk masih diketemukan jentik nyamuk, maka dimungkinkan penularan demam berdarah masih berlanjut dengan dewasanya jentik yang menjadi nyamuk. Apalagi siklus perubahan jentik menjadi nyamuk hanya membutuhkan waktu kurang lebih satu minggu. Sehingga jika di daerah tersebut terdapat penderita demam berdarah baru maka dimungkinkan akan cepat menyebar pula. Langkah yang dianggap lebih efektif adalah dengan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk).
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan 3M Plus, yaitu menutup, menguras dan mengubur barang-barang yang bisa dijadikan sarang nyamuk. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk dan memeriksa jentik berkala sesuai dengan kondisi setempat (Deubel V et al., 2001).
Kegiatannya dapat berupa kerja bakti untuk membersihkan rumah dan pekarangannya, selokan selokan di samping rumah serta melakukan 3M ( Menguras kamar mandi (termasuk mengganti air untuk minuman burung dan air dalam vas bunga), menutup tampungan / tandon air dan mengubur barang-barang bekas yang mungkin menjadi tempat sarang nyamuk, termasuk pecahan botol dan potongan ban bekas). Jika diperlukan dapat ditaburkan abate dengan dosis 10 gr/ 100 liter air, untuk membunuh jentik-jentik pada bak kamar mandi maupun kolam-kolam ikan di rumah, dalam hal ini masyarakat tidak perlu takut kalau-kalau terjadi keracunan karena abate ini hanya membunuh jentik nyamuk dan aman bagi manusia maupun ikan. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam memutus rantai penularan penyakit demam berdarah adalah dengan pelaksanaan PSN oleh masyarakat, kemudian dilakukan fogging oleh petugas dan kembali dilaksanakan PSN oleh masyarakat. Jika cara ini telah dilakukan oleh seluruh masyarakat secara merata di berbagai wilayah, artinya tidak hanya satu Rt atau Rw saja, tetapi telah meluas di semua wilayah maka pemberantasan demam berdarah akan lebih cepat teratasi. Sebab jika hanya satu daerah saja yang melaksanakan program tersebut namun daerah lainnya tidak, maka dimungkinkan orang yang berasal dari wilayah yang telah bebas namun berkunjung ke daerah yang masih terdapat penderita demam berdarah dan tergigit oleh nyamuk Aedes aegypti akan tertular demam berdarah pula dan dengan cepat penyakit inipun akan tersebar luas kembali.
Pemerintah juga memberdayakan masyarakat dengan mengaktifkan kembali (revitalisasi) pokjanal DBD di Desa/Kelurahan maupun Kecamatan dengan fokus pemberian penyuluhan kesehatan lingkungan dan pemeriksaan jentik berkala. Perekrutan warga masyarakat sebagai Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dengan fungsi utama melaksanakan kegiatan pemantauan jentik, pemberantasan sarang nyamuk secara periodik dan penyuluhan kesehatan. Peran media massa dalam penanggulangan KLB DBD dan sebagai peringatan dini kepada masyarakat juga ditingkatkan. Dengan adanya sistem pelaporan dan pemberitahuan kepada khalayak yang cepat diharapkan masyarakat dan departemen terkait lebih wasapada. Intensifikasi pengamatan (surveilans) penyakit DBD dan vektor dengan dukungan laboratorium yang memadai di tingkat Puskesmas Kecamatan/Kabupaten juga perlu dibenahi (Kristina et al., 2004).
F. Cara Pengobatan Penyakit Demam Berdarah
Fokus pengobatan pada penderita penyakit DBD adalah mengatasi perdarahan, mencegah atau mengatasi keadaan syok / persyok, yaitu dengan mengusahakan agar penderita banyak minum sekitar 1,5 sampai 2 liter air dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau susu) penambahan cairan tubuh melalui infus (intravena) mungkinb di perlukan untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang berlebihan. Transfusi platelet di lakukan jika jumlah platelet menurun drastis. Terhadap keluhan yang timbul, selanjutnya adalah pemberian obat – obatan misalnya :
• Parasetamol membantu menurunkan demam
• Garam elektrolit (oralit) jika di sertai diare
• Antibiotik berguna untuk mencegah infeksi sekunder, lakukan kompres dingin, tidak perlu dengan es karena bisa berdampak syok. Bahkan beberapa tim medis menyarankan kompres dapat di lakukan dengan alkohol.Pengobatan alternatif yang umum di kenal adalah dengan meminum jus jambu biji bangkok, namun khasiatnya belum pernah di buktikan secara medis, akan tetapi jambu biji kenyataannya dapat mengembalikan cairan intravena dan peningkatan nilai trombosit darah.
G. Pencegahan Penyakit Demam Berdarah
Pencegahan dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk diwaktu pagi sampai sore, karena nyamuk aedes aktif di siang hari (bukan malam hari). Misalnya hindarkan berada di lokasi yang banyak nyamuknya di siang hari, terutama di daerah yang ada penderita DBD nya. Beberapa cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD melalui metode pengontrolan atau pengendalian vektornya adalah :
1. Pengendalian Non Kimiawi :
a. Pada Larva / jentik nyamuk:
1. dilakukan dengan cara menjaga sanitasi / kebersihan lingkungan yaitu pada umumnya 3M: Menguras dan menyikat dinding bak penampungan air kamar mandi; karena jentik / larva nyamuk demam berdarah (Aedest Aegypti) akan menempel pada dinding bak penampungan air setelah dikuras dengan ciri-ciri berwarna kehitam-hitaman pada dinding, hanya dengan menguras tanpa menyikat dinding maka jentik / larva nyamuk demam berdarah (Aedest Aegypti) tidak akan mati karena mampu hidup dalam keadaan kering tanpa air sampai dengan 6 (enam) bulan, jadi setelah dikuras diding tersebut harus disikat. Menutup rapat – rapat bak – bak penampungan air; yaitu seperti gentong untuk persediaan air minum, tandon air, sumur yang tidak terpakai karena nyamuk demam berdarah (Aedest Aegypti) mempunyai ethology lebih menyukai air yang jernih untuk reproduksinya, Mengubur barang-barang yang tidak berguna tetapi dapat menyebabkan genangan air yang berlarut-larut ini harus dihindari karena salah satu sasaran tempat nyamuk untuk bereproduksi.
2. dilakukan dengan cara pencegahan preventive yaitu memelihara ikan pada tempat penampungan air
b. Pada Nyamuk Dewasa :
1. Dengan memasang kasa nyamuk atau screening yang berfungsi untuk pencegahan agar nyamuk dewasa tidak dapat mendekat pada linkungan sekitar kita.
2. Dengan menggunkan Insect Light Killer yaitu perangkap untuk nyamuk yang menggunakan lampu sebagai bahan penariknya (attractan) dan untuk membunuhnya dengan mengunakan aliran listrik. Cara kerja tersebut sama dengan Electric Raket.
2. Pengendalian Kimiawi :
a. Pada Larva / jentik nyamuk:
Yaitu dikakukan dengan menaburkan bubuk larvasida atau yang biasa disebut dengan ABATE Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali. Selama 3 bulan bila tempat penampungan air tersebut akan dibersihkan/diganti airnya, hendaknya jangan menyikat bagian dalam dinding tempat penampungan air tersebut Air yang telah dibubuhi ABATE dengan takaran yang benar, tidak membahayakan dan tetap aman bila air tersebut diminum
Takaran penggunaan bubuk ABATE adalah sebagai berikut :
Untuk 10 liter air, ABATE yang diperlukan = (100/10) x 1 gram = 10 gram ABATE
Untuk menakar ABATE digunakan sendok makan. Satu sendok makan peres berisi 10 gram ABATE.
b. Pada Nyamuk Dewasa :
1. Dilakukan Space Treatment : Pengasapan (Fogging) dan Pengkabutan (Ultra Low Volume) dengan insectisida yang bersifat knock down mampun menekan tingkat populasi nyamuk dengan cepat.
2. Dilakukan Residual treatment : Penyemprotan (Spraying) pada tempat hinggapnya nyamuk biasanya bekisaran antara 0 – 1 meter diatas permukaan lantai bangunan.
3. Dengan memasang obat nyamuk bakar maupun obant nyamuk semprot yang siap pakai dan bisa juga memakai obat oles anti nyamuk yang memberikan daya fungsi menolak (repellent) pada nyamuk yang akan mendekat.
Beberapa upaya untuk menurunkan, menekan dan mengendalikan nyamuk dengan cara pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:
1. Modifikasi Lingkungan
Yaitu setiap kegiatan yang mengubah fisik lingkungan secara permanen agar tempat perindukan nyamuk hilang. Kegiatan ini termasuk penimbunan, pengeringan, pembuatan bangunan (pintu, tanggul dan sejenisnya) serta pengaturan sistem pengairan (irigasi). Kegiatan ini di Indonesia populer dengan nama kegiatan pengendalian sarang nyamuk ”3M” yaitu dari kata menutup, menguras dan menimbun berbagai tempat yang menjadi sarang nyamuk.
2. Manupulasi Lingkungan
Yaitu suatu bentuk kegiatan untuk menghasilkan suatu keadaan sementara yang tidak menguntungkan bagi keberadaan nyamuk seperti pengangkatan lumut dari laguna, pengubahan kadar garam dan juga sistem pengairan secara berkala di bidang pertanian.
3. Mengubah atau Memanipulasi Tempat Tinggal dan Tingkah Laku
Yaitu kegiatan yang bertujuan mencegah atau membatasi perkembangan vektor dan mengurangi kontak dengan manusia. Pendekatan ini dilakukan dengan cara menempatkan dan memukimkan kembali penduduk yang berasal dari sumber nyamuk (serangga) penular penyakit, perlindungan perseorangan (personal protection), pemasangan rintangan-rintangan terhadap kontak dengan sumber serangga vektor, penyediaan fasilitas air, pembuangan air, sampah dan buangan lainnya.
4. Pengendalian Hayati
Yaitu cara lain untuk pengendalian non kimiawi dengan memanfaatkan musuh-musuh alami nyamuk. Pelaksanaan pengendalian ini memerlukan pengetahuan dasar yang memadai baik mengenai bioekologi, dinamika populasi nyamuk yang akan dikendalikan dan juga bioekologi musuh alami yang akan digunakan. Dalam pelaksanaanya metode ini lebih rumit dan hasilnyapun lebih lambat terlihat dibandingkan dengan penggunaan insektisida. Pengendalian hayati baru dapat memperlihatkan hasil yang optimal jika merupakan bagian suatu pengendalian secara terpadu.
5. Musuh alami yang yang digunakan dalam pengendalian hayati adalah predator, patogen dan parasit.
a. Predator
Adalah musuh alami yang berperan sebagai pemangsa dalam suatu populasi nyamuk. Contohnya beberapa jenis ikan pemakan jentik atau larva nyamuk.Ikan pemakan jentik nyamuk yang telah lama digunakan sebagai pengendali nyamuk adalah ikan jenis guppy dan ikan kepala timah. Jenis ikan lain yang dikembangkan adalah ikan mas, mujahir dan ikan nila di persawahan. Selain ikan dikenal pula larva nyamuk yang bersifat predator yaitu jentik nyamuk Toxorrhynchites yang ukurannya lebih besar dari jentik nyamuk lainnya ( sekitar 4-5 kali ukuran larva nyamuk Aedes aegypti). Di beberapa negara pemanfaatan larva Toxorrhynchites telah banyak dilakukan dalam rangkaian usaha memberantas nyamuk demam berdarah secara tepadu.
b. Patogen
Merupakan jasad renik yang bersifat patogen terhadap jentik nyamuk. Sebagai contoh adalah berbagai jenis virus (seperti virus yang bersifat cytoplasmic polyhedrosis), bakteri (seperti Bacillus thuringiensis subsp.israelensis, B. sphaericus), protozoa (seperti Nosema vavraia, Thelohania) dan fungi (seperti Coelomomyces, Lagenidium, Culicinomyces)
c. Parasit
Yaitu mahluk hidup yang secara metabolisme tergantung kepada serangga vektor dan menjadikannya sebagai inang. Contohnya adalah cacing Nematoda seperti Steinermatidae (Neoplectana), Mermithidae (Romanomermis) dan Neotylenchidae (Dalandenus) yang dapat digunakan untuk mengendalikan populasi jentik nyamuk dan serangga pengganggu kesehatan lainnya. Nematoda ini memerlukan serangga sebagai inangnya, masuk ke dalam rongga tubuh, merusak dinding dan jaringan tubuh serangga tersebut. Jenis cacing Romanomermis culiciforax merupakan contoh yang sudah diproduksi secara komersial untuk mengendalikan nyamuk.
Meskipun demikian pemanfaatan spesies Nematoda sampai saat ini masih terbatas pada daerah-daerah tertentu karena sebaran spesiesnya terbatas, hanya menyerang pada fase dan spesies serangga tertentu dan memerlukan dasar pengetahuan bioekologi yang kuat.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan masalah yang telah dibuat, dapat diambil kesimpulan bahwa fogging merupakan salah satu upaya untuk memberantas nyamuk yang merupakan vektor penyakit demam berdarah sehingga rantai penularan penyakit dapat diputuskan. Selain fogging juga dapat dilakukan abatisasi, yaitu penaburan abate dengan dosis 10 gram untuk 100 liter air pada tampungan air yang ditemukan jentik nyamuk. Penyuluhan dan penggerakan masyarakat dalam PSN ( Pemberantasan Sarang Nyamuk ) dengan 3M, yaitu :
· Menguras
· Menutup tampungan air, dan
· Mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk juga dapat menjadi cara untuk memberantas DBD.
Banyak cara yang dapat dilakukan dalam mengobati penyakit DBD diantaranya yaitu:
· Mengatasi perdarahan.
· Mencegah keadaan syok.
· Menambah cairan tubuh dengan infus.
Untuk mencegah DBD, dapat dilakukan dengan cara menghindari gigitan nyamuk pada waktu pagi hingga sore hari dengan cara mengoleskan lotion anti nyamuk.
B. SARAN
1. Setiap individu sebaiknya mengerti dan memahami bahaya dari penyakit DBD tersebut, sehingga setiap individu tersebut bisa lebih merasa khawatir dan mampu menjaga diri dan lingkungannya dari kemungkinan terserangnya demam berdarah.
2. Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus,tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harusdijadikan gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat.
3. Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna.
4. Segenap pihak yang terkait dapat bekerja sama untuk mencegah DBD.18
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 2011.Pengendalian Nyamuk. http://www.pc3news.com/index.php?cat=news&id=911&sub=2&view=news. Di akses tanggal 23 maret 2012.
Anonym. 2011. Pengendalian Nyamuk Dengan Pendekatan Secara Non Kimiawi Lebih Diutamakan.http://masterhama.wordpress.com/2009/04/22/pengendalian-nyamuk-dengan-pendekatan-secara-non-kimiawi-lebih-diutamakan/.
Di akses tanggal 23 maret 2012.
Anonym. 2011. Vektor DBD. http://indonesiannursing.com/2008/05/vektor-dbd. Di akses tanggal 23 maret 2012.
Anonym. 2011. Etiologi dan Patogenesis DBD. http://indonesiannursing.com/2008/05/etiologi-dan-patogenesis-dbd/. Di akses tanggal 23 maret 2012.
Anonym. 2011. Program Penanggulangan DBD di Indonesia. http://indonesiannursing.com/2008/05/program-penanggulangan-dbd-di-indonesia/. Di akses tanggal 23 maret 2012.
Anonym. 2011. Nyamuk Transgenic Harapan Baru Penanggulangan DBD http://majalahkesehatan.com/nyamuk-transgenik-harapan-baru-penanggulangan-dbd. Di akses tanggal 23 maret 2012.
Anonym. 2011. Aedes aegypti. http://id.wikipedia.org/wiki/Aedes_aegypti. Di akses tanggal 23 maret 2012.
Anonym. 2011. Ciri-Ciri Nyamuk Penyebab Penyakit Demam Berdarah http://danialonline.wordpress.com/2009/08/07/ciri-ciri-nyamuk-penyebab-penyakit-demam-berdarah-nyamuk-aedes-aegypti/. Di akses tanggal 23 maret 2012.
Anonym. 2011. Penyakit Demam Berdarah Dengue. http://www.infopenyakit.com/2008/03/penyakit-demam-berdarah-dengue-dbd.html. Di akses tanggal 23 maret 2012.
Dr.Faziah A. Siregar.2004.Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia.www.library.usu.co.id Di akses tanggal 23 maret 2012.
Sumber :
http://alviescoot.blogspot.co.id/2014/09/makalah-penyakit-demam-berdarah-dbd.html
Musim hujan tiba maka perlu diwaspadai adanya genangan – genangan air yang terjadi pada selokan yang buntu, gorong – gorong yang tidak lancar serta adanya banjir yang berkepanjangan, perlu diwaspadai adanya tempat reproduksi atau berkembangbiaknya nyamuk pada genangan – genangan tersebut sehingga dapat mengakibatkan musim nyamuk telah tiba pula, itulah kata-kata yang melakat pada saat ini. saatnya kita melakukan antisipasi adanya musim nyamuk dengan cara pengendalian nyamuk dengan pendekatan perlakukan sanitasi lingkungan atau non kimiawi yang tepat sangat diutamakan sebelum dilakukannya pengendalian secara kimiawi.
Selama ini semua manusia pasti mengatahui dan mengenal serangga yang disebut nyamuk. Antara nyamuk dan manusia bisa dikatakan hidup berdampingan bahkan nyaris tanpa batas. Namun, berdampingannya manusia dengan nyamuk bukan dalam makna positif. Tetapi nyamuk dianggap mengganggu kehidupan umat manusia. Meski jumlah nyamuk yang dibunuh manusia jauh lebih banyak daripada jumlah manusia yang meninggal karena nyamuk, perang terhadap nyamuk seolah menjadi kegiatan tak pernah henti yang dilakukan oleh manusia.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan.Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Dokter dan tenaga kesehatan lainnya seperti Bidan dan Pak M Demam Berdarah Dengue (DBD) kini sedang mewabah, tak heran jika penyakit ini menimbulkan kepanikan di Masyarakat. Hal ini disebabkan karena penyakit ini telah merenggut banyak nyawa. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI terdapat 14 propinsi dalam kurun waktu bulan Juli sampai dengan Agustus 2005 tercatat jumlah penderita sebanyak 1781 orang dengan kejadian meninggal sebanyak 54 orang.
DBD bukanlah merupakan penyakit baru, namun tujuh tahun silam penyakit inipun telah menjangkiti 27 provinsi di Indonesia dan menyebabkan 16.000 orang menderita, serta 429 jiwa meninggal dunia, hal ini terjadi sepanjang bulan Januari sampai April 1998 (Tempo, 2004). WHO bahkan memperkirakan 50 juta warga dunia, terutama bocah-bocah kecil dengan daya tahan tubuh ringkih, terinfeksi demam berdarah setiap tahun.
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah demam dengue yang disertai pembesaran hati dan manifestasi perdarahan. Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. DBD merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang penularannya dari satu penderita ke penderita lain disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Oleh karena itu langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran DBD adalah dengan memotong siklus penyebarannya dengan memberantas nyamuk tersebut. Salah satu cara untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti adalah dengan melakukan Fogging. Selain itu juga dapat dilakukan pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan abatisasi untuk memberantas jentik nyamuk. Program studi Kesehatan Lingkungan Program Diploma tiga Kesehatan FIK UMS sebagai salah satu institusi yang dapat melaksanakan fogging merasa bertanggung jawab untuk mencegah penyebaran penyakit ini. Sebagai wujud kepedulian itu maka dilaksanakan program fogging di beberapa daerah.
Berbagai upaya pengendalian penyakit demam berdarah dengue (DBD) telah dilaksanakan meliputi : promosi kesehatan tentang pemberantasan sarang nyamuk, pencegahan dan penanggulangan faktor resiko serta kerja sama lintas program dan lintas sector terkait sampai dengan tingkat desa /kelurahan untuk pemberantasan sarang nyamuk. Masalah utama dalam upaya menekan angka kesakitan DBD adalah belum optimalnya upaya pergerakan peran serta masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk Demam Berdarah Dengue. Oleh karena itu partisipasi masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD tersebut perlu di tingkatkan antara lain pemeriksaan jentik secara berkala dan berkesinambungan serta menggerakan masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD.
A. Perumusan Masalah
Adapun beberapa masalah yang akan di rumuskan dalam memecahkan masalah demam berdarah antara lain :
1. Apa sebenarnya penyakit demam berdarah dengue dan apa penyebabnya?
2. Bagaimana cara penularan penyakit demam berdarah dan siklus hidup vektor penular penyakit DBD?
3. Seperti apa patogenitas DBD terhadap manusia?
4. Bagaimana cara pencegahan penyakit DBD ?
5. Bagaimana cara memberantas penyakit demam berdarah agar tidak mewabah ?
6. Apa saja cara pengobatan penyakit demam berdarah ?
B. Tujuan
Tujuan di buatnya makalah ini adalah :
1. Memberi pengetahuan mengenai penyakit demam berdarah dengue dan penyebabnya.
2. Memberi pengetahuan tentang cara penularan dan vektor penyakit demam berdarah
3. Memberi pengetahuan tentang patogenitas DBD
4. Memberikan informasi tentang cara pemberantasan penyakit demam berdarah.
5. Memberikan pengetahuan tentang cara pengobatan penyakit demam berdarah.
6. Mengetahui gejala dan berbagai pencegahan untuk penyakit demam berdarah tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian penyakit demam berdarah dengue (DBD)
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan.
Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Dokter dan tenaga kesehatan lainnya seperti Bidan dan Pak Mantri ;-) seringkali salah dalam penegakkan diagnosa, karena kecenderungan gejala awal yang menyerupai penyakit lain seperti Flu dan Tipes (Typhoid).
Tanda dan Gejala Penyakit Demam Berdarah Dengue Masa tunas / inkubasi selama 3 – 15 hari sejak seseorang terserang virus dengue, Selanjutnya penderita akan menampakkan berbagai tanda dan gejala demam berdarah sebagai berikut :
1. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 – 40 derajat Celsius).
2. Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya jentik (puspura) perdarahan.
3. Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam (konjungtiva), Mimisan (Epitaksis), Buang air besar dengan kotoran (Peaces) berupa lendir bercampur darah (Melena), dan lain-lainnya.
4. Terjadi pembesaran hati (Hepatomegali).
5. Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok.
6. Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3 – 7 terjadi penurunan trombosit dibawah 100.000 /mm3 (Trombositopeni), terjadi peningkatan nilai Hematokrit diatas 20% dari nilai normal (Hemokonsentrasi).
7. Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, muntah, penurunan nafsu makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang dan sakit kepala.
8. Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi.
9. Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit pada persendian.
10. Munculnya bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.
B. Vector penyakit demam berdarah dengue
1. Klasifikasi vector penyakit demam berdarah
Aedes aegypti
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Culicidae
Genus : Aedes
Upagenus : Stegomyia
Spesies : Ae. aegypti
Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, A. aegypti juga merupakan pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa virus dengue, A. aegypti merupakan pembawa utama (primary vector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus persebaran dengue di desa dan kota. Mengingat keganasan penyakit demam berdarah, masyarakat harus mampu mengenali dan mengetahui cara-cara mengendalikan jenis ini untuk membantu mengurangi persebaran penyakit demam berdarah.
Terjadinya penularan virus Dengue tidak dapat dilepaskan dari keberadaan vektornya, karena tanpa adanya vektor tidak akan terjadi penularan. Ada beberapa vektor yang dapat menularkan virus Dengue tetapi yang dianggap vektor penting dalam penularan virus ini adalah nyamuk Aedes aegypti walaupun di beberapa negara lain Aedes albopictus cukup penting pula peranannya seperti hasil penelitian yang pernah dilakukan di pulau Mahu Republik Seychelles (Metsellar, 1997).
Untuk daerah urban Aedes albopictus ini kurang penting peranannya (Luft,1996). Selain kedua spesies ini masih ada beberapa spesies dari nyamuk Aedes yang bisa bertindak sebagai vektor untuk virus Dengue seperti Aedes rotumae, Aedes cooki dan lain-lain. Sub famili nyamuk Aedes ini adalah Culicinae, Famili Culicidae, sub Ordo Nematocera dan termasuk Ordo diptera (WHO, 2004).
Bila nyamuk Aedes menghisap darah manusia yang sedang mengalami viremia, maka nyamuk tersebut terinfeksi oleh virus Dengue dan sekali menjadi nyamuk yang infektif maka akan infektif selamanya (Putman JL dan Scott TW., 1996). Selain itu nyamuk betina yang terinfeksi dapat menularkan virus ini pada generasi selanjutnya lewat ovariumnya tapi hal ini jarang terjadi dan tidak banyak berperan dalam penularan pada manusia. Virus yang masuk dalam tubuh nyamuk membutuhkan waktu 8-10 hari untuk menjadi nyamuk infektif bagi manusia dan masa tersebut dikenal sebagai masa inkubasi eksternal (WHO, 1997).
2. Ciri morfologi
Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang dengan tubuh berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan gari-garis putih keperakan. Di bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari spesies ini. Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Ukuran dan warna nyamuk jenis ini kerap berbeda antar populasi, tergantung dari kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki perbedaan dalam hal ukuran nyamuk jantan yang umumnya lebih kecil dari betina dan terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang.
Untuk genus Aedes ciri khasnya bentuk abdomen nyamuk betina yang lancip ujungnya dan memiliki cerci yang lebih panjang dari cerci nyamuk lainnya. Nyamuk dewasa mempunyai ciri pada tubuhnya yang berwarna hitam mempunyai bercak-bercak putih keperakan atau putih kekuningan, dibagian dorsal dari thorak terdapat bercak yang khas berupa 2 garis sejajar di bagian tengah dan 2 garis lengkung di tepinya. Aedes albopictus tidak mempunyai garis melengkung pada thoraknya. Larva Aedes mempunyai bentuk siphon yang tidak langsing dan hanya memiliki satu pasang hair tuft serta pecten yang tumbuh tidak sempurna dan posisi larva Aedes pada air biasanya membentuk sudut pada permukaan atas.
Nyamuk betina meletakkan telurnya di atas permukaan air dalam keadaan menempel pada dinding tempat perindukannya. Telur Aedes aegypti mempunyai dinding yang bergaris-garis dan membentuk bangunan menyerupai gambaran kain kasa. Seekor nyamuk betina dapat meletakkan rata-rata sebanyak 100 butir telur tiap kali bertelur. Pertumbuhan dari telur sampai menjadi dewasa memerlukan waktu kira-kira 9 hari (Srisasi G et al., 2000).
C. Perilaku dan siklus hidup Aedes aegypti
Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang mengisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang diperlukannya untuk memproduksi telur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari nektar bunga ataupun tumbuhan. Jenis ini menyenangi area yang gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah. Demam berdarah kerap menyerang anak-anak karena anak-anak cenderung duduk di dalam kelas selama pagi hingga siang hari dan kaki mereka yang tersembunyi di bawah meja menjadi sasaran empuk nyamuk jenis ini.
Nyamuk dewasa betina mengisap darah manusia pada siang hari yang dilakukan baik di dalam rumah ataupun luar rumah. Pengisapan darah dilakukan dari pagi sampai petang dengan dua puncak yaitu setelah matahari terbit (08.00-10.00) dan sebelum matahari terbenam (15.00-17.00) (Srisasi G et al., 2000).
Infeksi virus dalam tubuh nyamuk dapat mengakibatkan perubahan perilaku yang mengarah pada peningkatan kompetensi vektor, yaitu kemampuan nyamuk menyebarkan virus. Infeksi virus dapat mengakibatkan nyamuk kurang handal dalam mengisap darah, berulang kali menusukkan proboscis nya, namun tidak berhasil mengisap darah sehingga nyamuk berpindah dari satu orang ke orang lain. Akibatnya, risiko penularan virus menjadi semakin besar.
Di Indonesia, nyamuk A. aegypti umumnya memiliki habitat di lingkungan perumahan, di mana terdapat banyak genangan air bersih dalam bak mandi ataupun tempayan. Oleh karena itu, jenis ini bersifat urban, bertolak belakang dengan A. albopictus yang cenderung berada di daerah hutan berpohon rimbun (sylvan areas).
Semua tempat penyimpanan air bersih yang tenang dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes misalnya gentong air murni, kaleng kosong berisi air hujan, bak kamar mandi atau pada lipatan dan lekukan daun yang berisi air hujan, vas bunga berisi air dan lain-lain. Nyamuk Aedes aegypti lebih banyak ditemukan berkembang biak pada kontainer yang ada dalam rumah.
Perkembangan hidup nyamuk Aedes aegypti dari telur hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 10-12 hari dan umur nyamuk Aedes aegypti betina berkisar antara 2 minggu sampai 3 bulan atau rata-rata 1,5 bulan, tergantung dari suhu kelembaban udara sekelilingnya (Biswas et al., 1997).
Nyamuk A. aegypti, seperti halnya culicines lain, meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual. Telur berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain. Telur menetas dalam 1 sampai 2 hari menjadi larva. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan dari instar 1 ke instar 4 memerlukan waktu sekitar 5 hari. Setelah mencapai instar ke-4, larva berubah menjadi pupa di mana larva memasuki masa dorman. Pupa bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7 hingga 8 hari, namun dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung.
Telur Aedes aegypti tahan kekeringan dan dapat bertahan hingga 1 bulan dalam keadaan kering. Jika terendam air, telur kering dapat menetas menjadi larva. Sebaliknya, larva sangat membutuhkan air yang cukup untuk perkembangannya. Kondisi larva saat berkembang dapat memengaruhi kondisi nyamuk dewasa yang dihasilkan. Sebagai contoh, populasi larva yang melebihi ketersediaan makanan akan menghasilkan nyamuk dewasa yang cenderung lebih rakus dalam mengisap darah. Sebaliknya, lingkungan yang kaya akan nutrisi menghasilkan nyamuk-nyamuk.
Nyamuk Aedes aegypti lebih senang mencari mangsa di dalam rumah dan sekitarnya pada tempat yang terlindung atau tertutup. Hal ini agak berbeda dengan Aedes albopictus yang sering dijumpai diluar rumah dan menyukai genangan air alami yang terdapat di luar rumah misalnya potongan bambu pagar, tempurung kelapa, lubang pohon yang berisi air (Allan, 1998). Tempat peristirahatan nyamuk Aedes aegypti berupa semak-semak atau tanaman rendah termasuk rerumputan yang terdapat di halaman/kebun/pekarangan rumah, juga berupa benda-benda yang tergantung di dalam rumah seperti pakaian, sarung, kopiah dan lain sebagainya (Srisasi G et al., 2000).
Aedes aegypti merupakan spesies nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis yang terletak antara 35º lintang utara dan 35º lintang selatan. Selain itu Aedes aegypti jarang ditemukan pada ketinggian lebih dari 1.000 m. Tetapi di India pernah ditemukan pada ketinggian 2.121 m dan di California 2.400 m. Nyamuk ini mampu hidup pada temperatur 8ºC-37ºC. Aedes aegypti bersifat Anthropophilic dan sering tinggal di dalam rumah (WHO, 1997).
Kemampuan terbang nyamuk betina bisa mencapai 2 km tetapi kemampuan normalnya kira-kira 40 meter. Nyamuk Aedes mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple bitters) yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan karena nyamuk Aedes aegypti sangat sensitif dan mudah terganggu. Keadaan ini sangat membantu Aedes aegypti dalam memindahkan virus Dengue ke beberapa orang sekaligus sehingga dilaporkan adanya beberapa penderita DBD di dalam satu rumah (Depkes, 2004).
Memonitor kepadatan populasi Aedes aegypti merupakan hal yang penting dalam mengevaluasi adanya ancaman penyakit Demam Berdarah Dengue di suatu daerah dan pengukuran kepadatan populasi nyamuk yang belum dewasa dilakukan dengan cara pemeriksaan tempat-tempat perindukan di dalam dan luar rumah. Ada 3 angka indeks yang perlu diketahui yaitu indeks rumah, indeks kontainer dan indeks Breteau (Srisari G et al., 2000). Indeks Breteau adalah jumlah kontainer yang positif dengan larva Aedes aegypti dalam 100 rumah yang diperiksa. Indeks Breteau merupakan indikator terbaik untuk menyatakan kepadatan nyamuk, sedangkan indeks rumah menunjukkan luas persebaran nyamuk dalam masyarakat. Indeks rumah adalah prosentase rumah ditemukannya larva Aedes aegypti. Indeks kontainer adalah prosentase kontainer yang positif dengan larva Aedes aegypti. Penelitian dari Bancroft pada tahun 1906 memberi dasar kuat untuk mempertimbangkan Aedes aegypti sebagai vektor dengan cara menginfeksi 2 sukarelawan di daerah tempat terjadinya infeksi alamiah. Dasar ini didukung pula dengan hasil penelitian Cleland dan kawan-kawan tahun 1917, juga penelitian dari Jupp tahun 1993 di Afrika Selatan yang menyatakan populasi Aedes aegypti paling besar potensinya sebagai vektor untuk virus DEN-1 dan DEN-2 (WHO, 2002).
D. Patogenitas dbd
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus Dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus. Virus Dengue termasuk genus Flavivirus, famili Flaviviridae, yang dibedakan menjadi 4 serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Keempat serotipe virus ini terdapat di Indonesia dan dilaporkan bahwa serotipe virus DEN 3 sering menimbulkan wabah, sedang di Thailand penyebab wabah yang dominan adalah virus DEN 2 (Syahrurahman A et al., 1995). Penyakit ini ditunjukkan dengan adanya demam secara tiba-tiba 2-7 hari, disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi dan otot (myalgia dan arthralgia) dan ruam merah terang, petechie dan biasanya muncul dulu pada bagian bawah badan menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare (Soewandoyo E., 1998).
Manifestasi klinik terwujud sebagai akibat adanya kebocoran plasma dari pembuluh darah perifer ke jaringan sekitar. Infeksi virus Dengue dapat bersifat asimtomatik atau simtomatik yang meliputi panas tidak jelas penyebabnya (Dengue Fever, DF), Demam Berdarah Dengue (DBD), dan demam berdarah dengan renjatan (DSS) dengan manifestasi klinik demam bifasik disertai gejala nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot, dan timbulnya ruam pada kulit ( Soegijanto S., 2004).
Virus Dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus. Di dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sistem retikuloendotelial, dengan target utama virus Dengue adalah APC (Antigen Presenting Cells ) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel Kupffer dari hepar dapat juga terkena (Harikushartono et al., 2002). Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Precenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemaglutinasi, antibodi fiksasi komplemen (Gubler DJ., 1998).
Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial yang pada saat ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada penyakit infeksi virus, yaitu kerentanan yang dapat diwariskan. Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic susceptibility) antar individu terhadap infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme penyebab serta lingkungannya (Darwis D., 1999).
Patofisiologi primer DBD dan Dengue Shock Syndrom (DSS) adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang diikuti kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah (Gambar 2.1). Volume plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, yang didukung penemuan post mortem meliputi efusi serosa, efusi pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemi (Soedarmo, 2002).
Patogenesis DBD masih kontroversial dan masing-masing hanya dapat menjelaskan satu atau beberapa manifestasi kliniknya dan belum dapat menjelaskan secara utuh keseluruhan fenomena (Soetjipto et al., 2000). Beberapa teori tentang patogenesis DBD adalah The Secondary Heterologous Infection Hypothesis, Hipotesis Virulensi Virus, Teori Fenomena Antibodi Dependent Enhancement (ADE), Teori Mediator, Peran Endotoksin, dan Teori Apoptosis (Soegijanto S., 2004).
Pencegahan dan pemberantasan infeksi Dengue diutamakan pada pemberantasan vektor penyakit karena vaksin yang efektif masih belum tersedia. Pemberantasan vektor ini meliputi pemberantasan sarang nyamuk dan pembasmian jentik. Pemberantasan sarang nyamuk meliputi pembersihan tempat penampungan air bersih yang merupakan sarana utama perkembangbiakan nyamuk, diikuti penimbunan sampah yang bisa menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Tempat air bersih perlu dilindungi dengan ditutup yang baik. Pembasmian jentik dilakukan melalui kegiatan larvaciding dengan abate dan penebaran ikan pemakan jentik di kolam-kolam (Soegijanto S., 2004).
E. Cara Pemberantasan Demam Berdarah
Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini. Pada awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan, kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang belum memperlihatkan hasil yang memuaskan. Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti (Rozendaal JA., 1997).
Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu:
a. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh : menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu, mengganti dan menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali, menutup dengan rapat tempat penampungan? air, mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah?. Tumpah atau bocornya air dari pipa distribusi, katup air, meteran air dapat menyebabkan air menggenang dan menjadi habitat yang penting untuk larva Aedes aegypti jika tindakan pencegahan tidak dilakukan.
b. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14). Peran pemangsa yang dimainkan oleh copepod crustacea (sejenis udang-udangan) telah didokumentasikan pada tahun 1930-1950 sebagai predator yang efektif terhadap Aedes aegypti (Kay BH., 1996). Selain itu juga digunakan perangkap telur autosidal (perangkap telur pembunuh) yang saat ini sedang dikembangkan di Singapura.
c. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan pengasapan (fogging) (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Fogging merupakan salah satu bentuk upaya untuk dapat memutus rantai penularan penyakit DHF, dengan adanya pelaksanaan fogging diharapkan jumlah penderita Demam Berdarah DHF dapat berkurang. Sebelum pelaksanaan fogging pada masyarakat telah diumumkan agar menutup makanannya dan tidak berada di dalam rumah ketika dilakukan fogging termasuk orang yang sakit harus diajak ke luar rumah dahulu, selain itu semua ternak juga harus berada di luar. Namun demikian untuk menghindari hal – hal yang tidak diinginkan maka dalam pelaksanaannya fogging dilakukan oleh 2 orang operator. Operator I (pendamping) bertugas membuka pintu, masuk rumah dan memeriksa semua ruangan yang ada untuk memastikan bahwa tidak ada orang dalam rumah termasuk bayi, anak-anak maupun orang tua dan orang yang sedang terbaring sakit, selain itu ternak-ternak sudah harus dikeluarkan serta semua makanan harus sudah ditutup. Setelah siap operator pendamping ke luar dan operator II (Operator swing Fog) memasuki rumah dan melakukan fogging pada semua ruangan dengan cara berjalan mundur. Setelah selesai operator pendamping baru menutup pintu. Rumah yang telah di fogging ini harus dibiarkan tertutup selama kurang lebih satu jam dengan harapan nyamuk-nyamuk yang berada dalam rumah dapat terbunuh semua, dengan cara ini nyamuk-nyamuk akan terbunuh karena malathion bekerja secara “knoc donw”. Setelah itu fogging dilanjutkan di luar rumah / pekarangan. Setelah satu rumah beserta pekarangannya selesai difogging maka fogging dilanjutkan ke rumah yang lain, sampai semua rumah dan pekarangan milik warga difogging.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan fogging dengan swing fog untuk mendapatkan hasil yang optimal adalah sebagai berikut :
a. Konsentrasi larutan dan cara pembuatannya. Untuk malation, konsentrasi larutan adalah 4 – 5 %.
b. Nozzle yang dipakai harus sesuai dengan bahan pelarut yang digunakan dan debit keluaran yang diinginkan.
c. Jarak moncong mesin dengan target maksimal 100m, efektif 50m.d) Kecepatan berjalan
d. ketika memfogging, untuk swing fog kurang lebih 500 m2 atau 2 – 3 menit untuk satu rumah dan halamannya.
e. Waktu fogging disesuaikan dengan kepadatan/aktivitas puncak dari nyamuk, yaitu jam 09.00 – 11.00.
Dalam pelaksanaan fogging inipun telah diperhatikan hal-hal di atas sehingga diharapkan hasilnya juga optimal. Berdasarkan hasil survei jentik ternyata masih ditemukan jentik di 5 rumah penduduk. Jentik tersebut berada di kamar mandi, satu kamar mandi ditemukan di luar rumah dengan kondisi kurang bersih dan kurang terawat, sedang 4 kamar mandi yang lain berada di dalam rumah. Bahkan satu kamar mandi terbuat dari keramik, namun demikian kamar mandi ini berhubungan langsung dengan pekarangan yang cukup luas dengan tanaman-tanaman besar yang cukup banyak, sehingga dimungkinkan nyamuk berasal dari pekarangan. Bagi penduduk yang kamar mandinya masih ditemukan jentik, maka pada saat itu juga team yang bertugas langsung memberikan pengarahan dan penyuluhan pada pemilik rumah untuk membersihkan kamar mandinya agar tidak menjadi sarang nyamuk.
Pendapat masyarakat bahwa fogging merupakan cara yang paling tepat untuk mencegah penyebaran penyakit demam berdarah sebenarnya kurang tepat, karena cara ini sesungguhnya hanya bertujuan untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti dewasa, sehingga jika di beberapa rumah penduduk masih diketemukan jentik nyamuk, maka dimungkinkan penularan demam berdarah masih berlanjut dengan dewasanya jentik yang menjadi nyamuk. Apalagi siklus perubahan jentik menjadi nyamuk hanya membutuhkan waktu kurang lebih satu minggu. Sehingga jika di daerah tersebut terdapat penderita demam berdarah baru maka dimungkinkan akan cepat menyebar pula. Langkah yang dianggap lebih efektif adalah dengan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk).
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan 3M Plus, yaitu menutup, menguras dan mengubur barang-barang yang bisa dijadikan sarang nyamuk. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk dan memeriksa jentik berkala sesuai dengan kondisi setempat (Deubel V et al., 2001).
Kegiatannya dapat berupa kerja bakti untuk membersihkan rumah dan pekarangannya, selokan selokan di samping rumah serta melakukan 3M ( Menguras kamar mandi (termasuk mengganti air untuk minuman burung dan air dalam vas bunga), menutup tampungan / tandon air dan mengubur barang-barang bekas yang mungkin menjadi tempat sarang nyamuk, termasuk pecahan botol dan potongan ban bekas). Jika diperlukan dapat ditaburkan abate dengan dosis 10 gr/ 100 liter air, untuk membunuh jentik-jentik pada bak kamar mandi maupun kolam-kolam ikan di rumah, dalam hal ini masyarakat tidak perlu takut kalau-kalau terjadi keracunan karena abate ini hanya membunuh jentik nyamuk dan aman bagi manusia maupun ikan. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam memutus rantai penularan penyakit demam berdarah adalah dengan pelaksanaan PSN oleh masyarakat, kemudian dilakukan fogging oleh petugas dan kembali dilaksanakan PSN oleh masyarakat. Jika cara ini telah dilakukan oleh seluruh masyarakat secara merata di berbagai wilayah, artinya tidak hanya satu Rt atau Rw saja, tetapi telah meluas di semua wilayah maka pemberantasan demam berdarah akan lebih cepat teratasi. Sebab jika hanya satu daerah saja yang melaksanakan program tersebut namun daerah lainnya tidak, maka dimungkinkan orang yang berasal dari wilayah yang telah bebas namun berkunjung ke daerah yang masih terdapat penderita demam berdarah dan tergigit oleh nyamuk Aedes aegypti akan tertular demam berdarah pula dan dengan cepat penyakit inipun akan tersebar luas kembali.
Pemerintah juga memberdayakan masyarakat dengan mengaktifkan kembali (revitalisasi) pokjanal DBD di Desa/Kelurahan maupun Kecamatan dengan fokus pemberian penyuluhan kesehatan lingkungan dan pemeriksaan jentik berkala. Perekrutan warga masyarakat sebagai Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dengan fungsi utama melaksanakan kegiatan pemantauan jentik, pemberantasan sarang nyamuk secara periodik dan penyuluhan kesehatan. Peran media massa dalam penanggulangan KLB DBD dan sebagai peringatan dini kepada masyarakat juga ditingkatkan. Dengan adanya sistem pelaporan dan pemberitahuan kepada khalayak yang cepat diharapkan masyarakat dan departemen terkait lebih wasapada. Intensifikasi pengamatan (surveilans) penyakit DBD dan vektor dengan dukungan laboratorium yang memadai di tingkat Puskesmas Kecamatan/Kabupaten juga perlu dibenahi (Kristina et al., 2004).
F. Cara Pengobatan Penyakit Demam Berdarah
Fokus pengobatan pada penderita penyakit DBD adalah mengatasi perdarahan, mencegah atau mengatasi keadaan syok / persyok, yaitu dengan mengusahakan agar penderita banyak minum sekitar 1,5 sampai 2 liter air dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau susu) penambahan cairan tubuh melalui infus (intravena) mungkinb di perlukan untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang berlebihan. Transfusi platelet di lakukan jika jumlah platelet menurun drastis. Terhadap keluhan yang timbul, selanjutnya adalah pemberian obat – obatan misalnya :
• Parasetamol membantu menurunkan demam
• Garam elektrolit (oralit) jika di sertai diare
• Antibiotik berguna untuk mencegah infeksi sekunder, lakukan kompres dingin, tidak perlu dengan es karena bisa berdampak syok. Bahkan beberapa tim medis menyarankan kompres dapat di lakukan dengan alkohol.Pengobatan alternatif yang umum di kenal adalah dengan meminum jus jambu biji bangkok, namun khasiatnya belum pernah di buktikan secara medis, akan tetapi jambu biji kenyataannya dapat mengembalikan cairan intravena dan peningkatan nilai trombosit darah.
G. Pencegahan Penyakit Demam Berdarah
Pencegahan dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk diwaktu pagi sampai sore, karena nyamuk aedes aktif di siang hari (bukan malam hari). Misalnya hindarkan berada di lokasi yang banyak nyamuknya di siang hari, terutama di daerah yang ada penderita DBD nya. Beberapa cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD melalui metode pengontrolan atau pengendalian vektornya adalah :
1. Pengendalian Non Kimiawi :
a. Pada Larva / jentik nyamuk:
1. dilakukan dengan cara menjaga sanitasi / kebersihan lingkungan yaitu pada umumnya 3M: Menguras dan menyikat dinding bak penampungan air kamar mandi; karena jentik / larva nyamuk demam berdarah (Aedest Aegypti) akan menempel pada dinding bak penampungan air setelah dikuras dengan ciri-ciri berwarna kehitam-hitaman pada dinding, hanya dengan menguras tanpa menyikat dinding maka jentik / larva nyamuk demam berdarah (Aedest Aegypti) tidak akan mati karena mampu hidup dalam keadaan kering tanpa air sampai dengan 6 (enam) bulan, jadi setelah dikuras diding tersebut harus disikat. Menutup rapat – rapat bak – bak penampungan air; yaitu seperti gentong untuk persediaan air minum, tandon air, sumur yang tidak terpakai karena nyamuk demam berdarah (Aedest Aegypti) mempunyai ethology lebih menyukai air yang jernih untuk reproduksinya, Mengubur barang-barang yang tidak berguna tetapi dapat menyebabkan genangan air yang berlarut-larut ini harus dihindari karena salah satu sasaran tempat nyamuk untuk bereproduksi.
2. dilakukan dengan cara pencegahan preventive yaitu memelihara ikan pada tempat penampungan air
b. Pada Nyamuk Dewasa :
1. Dengan memasang kasa nyamuk atau screening yang berfungsi untuk pencegahan agar nyamuk dewasa tidak dapat mendekat pada linkungan sekitar kita.
2. Dengan menggunkan Insect Light Killer yaitu perangkap untuk nyamuk yang menggunakan lampu sebagai bahan penariknya (attractan) dan untuk membunuhnya dengan mengunakan aliran listrik. Cara kerja tersebut sama dengan Electric Raket.
2. Pengendalian Kimiawi :
a. Pada Larva / jentik nyamuk:
Yaitu dikakukan dengan menaburkan bubuk larvasida atau yang biasa disebut dengan ABATE Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali. Selama 3 bulan bila tempat penampungan air tersebut akan dibersihkan/diganti airnya, hendaknya jangan menyikat bagian dalam dinding tempat penampungan air tersebut Air yang telah dibubuhi ABATE dengan takaran yang benar, tidak membahayakan dan tetap aman bila air tersebut diminum
Takaran penggunaan bubuk ABATE adalah sebagai berikut :
Untuk 10 liter air, ABATE yang diperlukan = (100/10) x 1 gram = 10 gram ABATE
Untuk menakar ABATE digunakan sendok makan. Satu sendok makan peres berisi 10 gram ABATE.
b. Pada Nyamuk Dewasa :
1. Dilakukan Space Treatment : Pengasapan (Fogging) dan Pengkabutan (Ultra Low Volume) dengan insectisida yang bersifat knock down mampun menekan tingkat populasi nyamuk dengan cepat.
2. Dilakukan Residual treatment : Penyemprotan (Spraying) pada tempat hinggapnya nyamuk biasanya bekisaran antara 0 – 1 meter diatas permukaan lantai bangunan.
3. Dengan memasang obat nyamuk bakar maupun obant nyamuk semprot yang siap pakai dan bisa juga memakai obat oles anti nyamuk yang memberikan daya fungsi menolak (repellent) pada nyamuk yang akan mendekat.
Beberapa upaya untuk menurunkan, menekan dan mengendalikan nyamuk dengan cara pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:
1. Modifikasi Lingkungan
Yaitu setiap kegiatan yang mengubah fisik lingkungan secara permanen agar tempat perindukan nyamuk hilang. Kegiatan ini termasuk penimbunan, pengeringan, pembuatan bangunan (pintu, tanggul dan sejenisnya) serta pengaturan sistem pengairan (irigasi). Kegiatan ini di Indonesia populer dengan nama kegiatan pengendalian sarang nyamuk ”3M” yaitu dari kata menutup, menguras dan menimbun berbagai tempat yang menjadi sarang nyamuk.
2. Manupulasi Lingkungan
Yaitu suatu bentuk kegiatan untuk menghasilkan suatu keadaan sementara yang tidak menguntungkan bagi keberadaan nyamuk seperti pengangkatan lumut dari laguna, pengubahan kadar garam dan juga sistem pengairan secara berkala di bidang pertanian.
3. Mengubah atau Memanipulasi Tempat Tinggal dan Tingkah Laku
Yaitu kegiatan yang bertujuan mencegah atau membatasi perkembangan vektor dan mengurangi kontak dengan manusia. Pendekatan ini dilakukan dengan cara menempatkan dan memukimkan kembali penduduk yang berasal dari sumber nyamuk (serangga) penular penyakit, perlindungan perseorangan (personal protection), pemasangan rintangan-rintangan terhadap kontak dengan sumber serangga vektor, penyediaan fasilitas air, pembuangan air, sampah dan buangan lainnya.
4. Pengendalian Hayati
Yaitu cara lain untuk pengendalian non kimiawi dengan memanfaatkan musuh-musuh alami nyamuk. Pelaksanaan pengendalian ini memerlukan pengetahuan dasar yang memadai baik mengenai bioekologi, dinamika populasi nyamuk yang akan dikendalikan dan juga bioekologi musuh alami yang akan digunakan. Dalam pelaksanaanya metode ini lebih rumit dan hasilnyapun lebih lambat terlihat dibandingkan dengan penggunaan insektisida. Pengendalian hayati baru dapat memperlihatkan hasil yang optimal jika merupakan bagian suatu pengendalian secara terpadu.
5. Musuh alami yang yang digunakan dalam pengendalian hayati adalah predator, patogen dan parasit.
a. Predator
Adalah musuh alami yang berperan sebagai pemangsa dalam suatu populasi nyamuk. Contohnya beberapa jenis ikan pemakan jentik atau larva nyamuk.Ikan pemakan jentik nyamuk yang telah lama digunakan sebagai pengendali nyamuk adalah ikan jenis guppy dan ikan kepala timah. Jenis ikan lain yang dikembangkan adalah ikan mas, mujahir dan ikan nila di persawahan. Selain ikan dikenal pula larva nyamuk yang bersifat predator yaitu jentik nyamuk Toxorrhynchites yang ukurannya lebih besar dari jentik nyamuk lainnya ( sekitar 4-5 kali ukuran larva nyamuk Aedes aegypti). Di beberapa negara pemanfaatan larva Toxorrhynchites telah banyak dilakukan dalam rangkaian usaha memberantas nyamuk demam berdarah secara tepadu.
b. Patogen
Merupakan jasad renik yang bersifat patogen terhadap jentik nyamuk. Sebagai contoh adalah berbagai jenis virus (seperti virus yang bersifat cytoplasmic polyhedrosis), bakteri (seperti Bacillus thuringiensis subsp.israelensis, B. sphaericus), protozoa (seperti Nosema vavraia, Thelohania) dan fungi (seperti Coelomomyces, Lagenidium, Culicinomyces)
c. Parasit
Yaitu mahluk hidup yang secara metabolisme tergantung kepada serangga vektor dan menjadikannya sebagai inang. Contohnya adalah cacing Nematoda seperti Steinermatidae (Neoplectana), Mermithidae (Romanomermis) dan Neotylenchidae (Dalandenus) yang dapat digunakan untuk mengendalikan populasi jentik nyamuk dan serangga pengganggu kesehatan lainnya. Nematoda ini memerlukan serangga sebagai inangnya, masuk ke dalam rongga tubuh, merusak dinding dan jaringan tubuh serangga tersebut. Jenis cacing Romanomermis culiciforax merupakan contoh yang sudah diproduksi secara komersial untuk mengendalikan nyamuk.
Meskipun demikian pemanfaatan spesies Nematoda sampai saat ini masih terbatas pada daerah-daerah tertentu karena sebaran spesiesnya terbatas, hanya menyerang pada fase dan spesies serangga tertentu dan memerlukan dasar pengetahuan bioekologi yang kuat.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan masalah yang telah dibuat, dapat diambil kesimpulan bahwa fogging merupakan salah satu upaya untuk memberantas nyamuk yang merupakan vektor penyakit demam berdarah sehingga rantai penularan penyakit dapat diputuskan. Selain fogging juga dapat dilakukan abatisasi, yaitu penaburan abate dengan dosis 10 gram untuk 100 liter air pada tampungan air yang ditemukan jentik nyamuk. Penyuluhan dan penggerakan masyarakat dalam PSN ( Pemberantasan Sarang Nyamuk ) dengan 3M, yaitu :
· Menguras
· Menutup tampungan air, dan
· Mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk juga dapat menjadi cara untuk memberantas DBD.
Banyak cara yang dapat dilakukan dalam mengobati penyakit DBD diantaranya yaitu:
· Mengatasi perdarahan.
· Mencegah keadaan syok.
· Menambah cairan tubuh dengan infus.
Untuk mencegah DBD, dapat dilakukan dengan cara menghindari gigitan nyamuk pada waktu pagi hingga sore hari dengan cara mengoleskan lotion anti nyamuk.
B. SARAN
1. Setiap individu sebaiknya mengerti dan memahami bahaya dari penyakit DBD tersebut, sehingga setiap individu tersebut bisa lebih merasa khawatir dan mampu menjaga diri dan lingkungannya dari kemungkinan terserangnya demam berdarah.
2. Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus,tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harusdijadikan gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat.
3. Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna.
4. Segenap pihak yang terkait dapat bekerja sama untuk mencegah DBD.18
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 2011.Pengendalian Nyamuk. http://www.pc3news.com/index.php?cat=news&id=911&sub=2&view=news. Di akses tanggal 23 maret 2012.
Anonym. 2011. Pengendalian Nyamuk Dengan Pendekatan Secara Non Kimiawi Lebih Diutamakan.http://masterhama.wordpress.com/2009/04/22/pengendalian-nyamuk-dengan-pendekatan-secara-non-kimiawi-lebih-diutamakan/.
Di akses tanggal 23 maret 2012.
Anonym. 2011. Vektor DBD. http://indonesiannursing.com/2008/05/vektor-dbd. Di akses tanggal 23 maret 2012.
Anonym. 2011. Etiologi dan Patogenesis DBD. http://indonesiannursing.com/2008/05/etiologi-dan-patogenesis-dbd/. Di akses tanggal 23 maret 2012.
Anonym. 2011. Program Penanggulangan DBD di Indonesia. http://indonesiannursing.com/2008/05/program-penanggulangan-dbd-di-indonesia/. Di akses tanggal 23 maret 2012.
Anonym. 2011. Nyamuk Transgenic Harapan Baru Penanggulangan DBD http://majalahkesehatan.com/nyamuk-transgenik-harapan-baru-penanggulangan-dbd. Di akses tanggal 23 maret 2012.
Anonym. 2011. Aedes aegypti. http://id.wikipedia.org/wiki/Aedes_aegypti. Di akses tanggal 23 maret 2012.
Anonym. 2011. Ciri-Ciri Nyamuk Penyebab Penyakit Demam Berdarah http://danialonline.wordpress.com/2009/08/07/ciri-ciri-nyamuk-penyebab-penyakit-demam-berdarah-nyamuk-aedes-aegypti/. Di akses tanggal 23 maret 2012.
Anonym. 2011. Penyakit Demam Berdarah Dengue. http://www.infopenyakit.com/2008/03/penyakit-demam-berdarah-dengue-dbd.html. Di akses tanggal 23 maret 2012.
Dr.Faziah A. Siregar.2004.Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia.www.library.usu.co.id Di akses tanggal 23 maret 2012.
Sumber :
http://alviescoot.blogspot.co.id/2014/09/makalah-penyakit-demam-berdarah-dbd.html
Tags
Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Alkhairaat Palu