BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kakao (Theobroma cacao) merupakan tumbuhan berwujud pohon yang berasal dari Amerika Selatan. Dari biji tumbuhan ini dihasilkan produk olahan yang dikenal sebagai cokelat. Untuk meningkatkan nilai tambah kakao sekaligus meningkatkan pendapatan petani kakao, dilakukan beberapa strategi penelitian pasca panen. Tahap pertama adalah penelitian untuk menyiapkan sarana dan teknologi pengolahan produk primer secara kolektif (kelompok) sehingga dihasilkan peningkatan mutu biji kakao; dan tahap kedua adalah penelitian lanjutan untuk mengembangkan produk sekunder kakao sehingga dapat memberikan nilai tambah lebih besar bagi petani. Produk olahan dari biji kakao yang bisa dihasilkan antara lain, bubuk cokelat. Produk ini banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri makanan, farmasi, dan kosmetika.
Bubuk cokelat atau cocoa powder diperoleh melalui proses penghalusan bungkil (cocoa cake) hasil pengempaan. Untuk memperoleh ukuran yang seragam, setelah penghalusan perlu dilakukan pengayakan. Bubuk cokelat relatif sulit dihaluskan dibandingkan bubuk/tepung dari biji-bijian lain karena adanya kandungan lemak. Lemak yang tersisa di dalam bubuk mudah meleleh akibat panas gesekan pada saat dihaluskan sehingga menyebabkan komponen alat penghalus bekerja tidak optimal. Pada suhu yang lebih rendah dari 34ºC, lemak menjadi tidak stabil menyebabkan bubuk menggumpal dan membentuk bongkahan (lump) (Mulato et al., 2002).
1.2 Tujuan Kegunaan
Penelitian ini bertujauan untuk mengetahui bagaimana cara Pengolahan Buah Coklat Menjadi
Bubuk Cokelat (Cocoa Powder)
Hasil penelitian ini diharapkan diperolehnya cara yang efektif dan efisien dalam pengolahan buah coklat menjadi Bubuk Cokelat (Cocoa Powder).
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Sistematik Tanaman Kakao
Sistematik untuk tanaman kakao menurut Chessman (1994, dalam Suharjo dan Butar-butar, 1979) adalah :
Divisio : Spermathophyta
Classis : Dicotyedoneae
Ordo : Malvales
Familia : Sterculiaceae
Genus : Theobroma
Species : Cacao
Tanaman kakao digolongkan ke dalam dua jenis :
1. Criollo
a. Criollo Amerika Tengah
b. Criollo Amerika Selatan
Criollo adalah tipe tanaman kakao yang menghasilkan biji kakao kering, biasa dikenal sebagai fine flovour cacao, chosen cacao, edel cacao atau kakao murni.
Criollo Amerika Tengah dan Criollo Amerika Selatan mempunyai ciri utama yang sama yaitu :
- Tongkol berwarna hijau atau merah.
- Kulit berbintik-bintik kasar, tipis dan lunak.
- Biji bulat telur dengan kotiledon berwarna putih waktu basah.
2. Forestero.
a. Amazonia Forestero.
b. Trinitario (hibrid dengan Forestero).
Amazonia Forestero adalah tipe tanaman kakao yang menghasilkan biji kering, biasanya dikenal dengan bulk cacao atau ordinary cacao.
Ciri-ciri utama boah kakao tipe Amazoniz Forestero ialah :
- Tongkol warna hijau
- Kulit tebal
- Biji gepeng dengan kotiledon berwarna ungu pada waktu basah
Trinitario adalah tipe tanaman kakao hibrid hasil persilangan secara alami antara Criollo dengan Forestero, karena itu tipe kakao ini sangat heterogen. Ada yang menghasilkan biji kering yang termasuk edel cacao dan ada yang termasuk bulk cacao.
Ciri-ciri utama kakao tipe trinitario adalah merupakan intermedinate dari criollo dan forestero dengan bentuk tongkol bermacam-macam, antara lain :
- Tongkol berwarna hijau dan merah.
- Kotiledon berwarna ungu muda sampai ungu tua.
2. Morfologi Tanaman Kakao.
Tanaman kakao termasuk golongan tanaman tahunan yang tergolong dalam kelompok tanaman caulofloris, yaitu tanaman yang berbunga dan berbuah pada batang dan cabang. Tanaman ini pada garis besarnya dapat dibagi atas dua bagian, yaitu bagian vegetatif yang meliputi akar, batang serta daun dan bagian generatif yang meliputi bunga dan buah (Siregar at al., 1989).
Akar.
Akar tanaman kakao mempunyai akar tunggang (Radik primaria). Pertumbuhannya dapat mencapai 8 meter kearah samping dan 15 meter kearah bawah. Kakao yang diperbanyak secara vegetatif pada awal pertumbuhannya tidak membentuk akar tunggang, melainkan akar-akar serabut yang banyak jumlahnya. Setelah dewasa tanaman tersebut akan membentuk dua akar jumlahnya. Setelah dewasa tanaman tersebut akan membentuk dua akar yang menyerupai akar tunggang. Pada kecambah yang telah berumur 1 – 2 minggu terdapat akar-akar cabang (Radik lateralis) yang merupakan tempat tumbuhnya akar-akar rambut (Fibrilla) dengan jumlah yang cukup banyak. Pada bagian ujung akar ini terdapat bulu akar yang dilindungi oleh tudung akar (Calyptra). Bulu akar inilah yang berfungsi menyerap larutan dan garam-garam tanah. Diameter bulu akar hanya 10 mikro dan panjang maksimum hanya 1 milimeter.
Batang
Diawal pertumbuhannya tanaman kakao yang diperbanyak dengan biji akan membentuk batang utama sebelum tumbuh cabang-cabang primer. Letak pertumbuhan cabang-cabang primer disebut jorquette, dengan ketinggian yang ideal 1,2 – 1,5 meter dari permukaan tanah dan jorquette ini tidak terdapat pada kakao yang diperbanyak secara vegetatif.
Ditinjau dari segi pertumbuhannya, cabang-cabang pada tanaman kakao tumbuh kearah atas dan samping. Cabang yang tumbuh kearah atas disebut cabang Orthotrop dan cabang yang tumbuh kearah samping disebut dengan Plagiotrop. Dari batang dan kedua jenis cabang tersebut sering ditumbuhi tunas-tunas air (Chupon) yang banyak menyerap energi, sehingga bila dibiarkan tumbuh akan mengurangi pembungaan dan pembuahan (Siregar et al., 1989).
Bunga
Bunga kakao tergolong bunga sempurna, terdiri atas daun kelopak (Calyx) sebanyak 5 helai dan benang sari ( Androecium) berjumlah 10 helai. Diameter bunga 1,5 centimeter. Bunga disangga oleh tangkai bunga yang panjangnya 2 – 4 centimeter (Siregar et al., 1989).
Pembungaan kakao bersifat cauliflora dan ramiflora, artinya bunga-bunga dan buah tumbuh melekat pada batang atau cabang, dimana bunganya terdapat hanya sampai cabang sekunder (Ginting, 1975).
Tanaman kakao dalam keadaan normal dapat menghasilkan bunga sebanyak 6000 – 10.000 pertahun tetapi hanya sekitar lima persen yang dapat menjadi buah (Siregar et al., 1989).
Buah
Buah kakao berupa buah buni yang daging bijinya sangat lunak. Kulit buah mempunyai sepuluh alur dan tebalnya 1 – 2 centimeter (Siregar et al., 1989).
Bentuk, ukuran dan warna buah kakao bermacam-macam serta panjangnya sekitar 10 – 30 centimeter, umumnya ada tiga macam warna buah kakau, yaitu hijau muda sampai hijau tua, waktu muda dan menjadi kuning setelah masak, warna merah serta campuran antara merah dan hijau. Buah ini akan masak 5 – 6 bulan setelah terjadinya penyerbukan. Buah muda yang ukurannya kurang dari 10 centimeter disebut cherelle (pentil). Buah ini sering sekali mengalami pengeringan (cherellewilt) sebagai gejala spesifik dari tanaman kakao. Gejala demikian disebut physiological effect thinning, yakni adanya proses fisiologis yang menyebabkan terhanbatnya penyaluran hara yang menunjang pertumbuhan buah muda. Gejala tersebut dapat juga dikarenakan adanya kompetisi energi antara vegetatif dan generatif atau karena adanya pengurangan hormon yang dibutuhkan untuk pertumbuhahn buah muda (Siregar et al., 1989).
Biji kakao tidak mempunyai masa dormasi sehingga penyimpanan biji untuk benih dengan waktu yang agak lama tidak memungkinkan. Biji ini diselimuti oleh lapisan yang lunak dan manis rasanya, jika telah masak lapisan tersebut pulp atau micilage. Pulp ini dapat menghambat perkecambahan dan karenanya biji yang akan digunakan untuk menghindari dari kerusakan biji dimana jika pulp ini tidak dibuang maka didalam penyimpanan akan terjadi proses fermentasi sehingga dapat merukkan biji ( Suharjo dan Butar-butar, 1979).
3. Syarat Tumbuh Tanaman Kakao.
1. Tanah
Tanah merupakan komponen hidup dari tanaman yang sangat penting. Dalam kehidupan tanaman fungsi tanah yang utama adalah memberikan unsur hara, baik sebagai medium pertukaran maupun sebagai tempat memberikan air, juga sebagai tempat berpegang dan bertopang untuk tumbuh tegak bagi tanaman (Harjadi, 1986).
Tanaman kakao untuk tumbuhnya memerlukan kondisi tanah yang mempunyai kandungan bahan organ yang cukup, lapisan olah yang dalam untuk membantu pertumbuhan akar, sifat fisik yang baik seperti struktur tanah yang gembur juga sistem drainase yang baik. PH tanah yang ideal berkisar antara 6 – 7 (Suhardjo dan Butar-butar, 1979).
Menurut Situmorang ( 1973) tanah mempunyai hubungan erat dengan sistem perakaran tanaman kakao, karena perakaran tanaman kakao sangat dangkal dan hampir 80% dari akar tanaman kakao berada disekitar 15 cm dari permukaan tanah, sehingga untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik tanaman kakao menghendaki struktur tanah yang gembur agar perkembangan akar tidak terhambat. Selanjutnya Tjasadiharja (1980) berpendapat, perkembangan akar yang baik menentukan jumlah dan distribusi akar yang kemudian berfungsi sebagai organ penyerapan hara dari tanah.
Tanaman kakao menghendaki permukaan air tanah yang dalam. Permukaan air tanah yang dangkal menyebabkan dangkalnya perakaran sehingga tumbuhnya tanaman kurang kuat (Anonymous, 1988).
2. Iklim.
Lingkungan yang alami bagi tanaman kakao adalah hutan tropis, dengan demikian curah hujan, suhu, kelembaban udara, intensitas cahaya dan angin merupakan faktor pembatas penyebaran tanaman kakao (Siregar et al., 1989).
Tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 0 – 600 meter diatas permukaan laut, dengan penyebaran meliputi 20˚ LU dan 20˚ LS. Daerah yang ideal untuk pertumbuhannya berkisar antara 10˚ LU dan 10˚ LS (Suyoto dan Djamin, 1983).
Tanaman kakao dalam pertumbuhan dan perkembangannya membutuhkan persediaan air yang cukup. Air ini diperoleh dari dalam tanah yang berasal dari air hujan atau air siraman. Curah hujan yang optimal untuk pertumbuhan tanaman kakao berkisar antara 1.500 – 2.000 mm setiap tahun, dengan penyebaran yang merata sepanjang tahun. Curah hujan 1.354 mm/tahun dianggap cukup jika hujan merata sepanjang tahun dengan musim kering tidak lebih dari 3 bulan (Suyoto dan Djamin, 1983).
Siregar et al., (1989) menyatakan suhu yang ideal untuk pertumbuhan tanaman kakao adalah sekitar 25 - 27˚ C dengan fluktuasi suhu yang tidak terlalu besar. Rata-rata suhu minimum adalah 13 - 21˚ C dan rata-rata suhu maksimum adalah 30 - 32˚ C. Berdasarkan kesesuaian terhadap suhu tersebut maka tanaman kakao secara komersial sangat baik dikembangkan di daerah tropis.
Untuk terjaminnya keseimbangan metabolisme maka kelembaban yang dikehendaki tanaman kakao adalah 80% sesuai dengan iklim tropis (Sunaryono dan Arief Iswanto, 1985).
Wiradjo (1984) menyatakan pada penanaman tanaman kakao intensitas cahaya ternyata lebih penting artinya dalam mempengaruhi pertumbuhan kakao dari pada unsur hara dan air. Di samping pengaruh langsung terhadap potosintesis, intensitas cahaya juga berpengaruh terhadap proses trasparasi dan degrasi klorofil daun.
Selanjutnya menurut Suyoto dan Djamin (1983), intensitas cahaya matahari yang diterima tanaman kakao berpengaruh terhadap pertumbuhan. Kebutuhan tanaman terhadap intensitas cahaya matahari bervariasi, tergantung pada fase pertumbuhan dan umur tanaman. Intensitas cahaya yang ideal bagi tanaman kakao adalah antara 50 – 70%.
4. Pertumbuhan dan Perkembangan Bibit Kakao.
Bibit kakao sebagai bahan tanaman kakao dapat dibiakkan dengan biji, okulasi, cangkok dan stek, yang biasa digunakan adalah dengan biji, okulasi dan stek (Ginting, 1975).
Untuk mendapatkan bahan tanam yang sehat dan jagur benih yang digunakan sebaiknya digunakan dari pohon induk terpilih yang telah teruji kualitasnya. Biji yang digunakan untuk benih dari buah yang tua pada bagian tengah buah, yakni 2/3 bagian dari untaian biji. Biji bagian pangkal dan ujung tidak diikutsertakan sebagai bahan tanam (Siregar et al., 1989).
Pembibitan tanaman kakao umumnya dilakukan dalam kantong plastik (polybag). Sebelum dipindahkan ke dalam polybag terlebih dahulu biji-biji tersebut dikecambahkan dalam bedengan persemaian. Benih yang didederkan pada persemaian dalam keadaan tegak, dimana ujung biji tempat tumbuh radikula ditegakkan di sebelah bawah. Jika keadaan lingkungan mendukung pertumbuhan benih, maka benih tersebut akan berkecambah pada umur 4 – 5 hari setelah pedederan, tetapi biji yang belum berkecambah masih dapat dibiarkan selama 2 – 3 hari sebelum dibuang sebagai biji apkir bagi yang tidak tumbuh (Siregar et al., 1989).
Stadia kecambah yang baik untuk dipindahkan ke polybag adalah kecambah yang keping bijinya belum terbuka, karena jika keping bijinya telah membuka berarti akar tunggang sudah panjang serta akar lateral telah bercabang-cabang. Hal ini akan menyulitkan pada saat pemindahan dan sering mengakibatkan akar tunggang menjadi bengkok, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terhambat (Soeratno, 1980). Selanjutnya Siregar et al., (1989) menambahkan bahwa, agar bibit tidak rusak maka pencabutan bibit dari persemaian sebaiknya dengan menyertakan pasir bedengan.
Pemeliharaan pada pembibitan perlu dilakukan untuk mendapatkan pertumbuhan bibit yang sehat dan jagur, Pemeliharaan bibit meliputi penyiraman, pemupukan, penyemprotan insektisida dan fungisida serta pengaturan naungan yang disesuaikan dengan umur bibit. Naungan dapat dijarangkan sebanyak 50% pada saat bibit berumur 2 – 2,5 bulan dan beransur-ansur dikurangi setelah bibit berumur 3 – 3,5 bulan.
Hal ini dilakukan untuk mengadaptasikan bibit agar dapat menyesuaikan diri dengan keadaan lapangan. Bibit yang telah berumur 4 – 6 bulan dipembibitan siap untuk ditanam ke lapangan (Siregar et al., 1989).