Pengalaman Terburuk Jadi Anak Band, SET14 Band, (Black Oktober)


Personelnya ada yang jadi pengangguran dan kembali menjadi kuli bangunan serta dikejar hutang.

Pupus sudah harapan para personel Set14 band untuk mengubah nasib mereka menjadi lebih baik secara ekonomi. Para personelnya Barley (vokalis), Ari (gitar), Andre (drum), Gigun (gitar) dan Aldo (bas) harus kembali ke kampung halaman mereka di Lampung.

Hal tersebut lantaran, pemasukan mereka dari Ring Back Tune (RBT) atau Nada Sambung Pribadi (NSP) sudah tidak bisa menopang biaya hidup di Jakarta. Barley dan Ari harus kembali menjadi tukang batu dan kuli bangunan, Andre pun menjadi pengangguran setelah profesinya sebagai guru ditinggalkan, Gigun kembali mengurus usaha kecil-kecilan dan Aldo yang melanjutkan perjuangan mencari kerja setelah lulus dari jurusan kedokteran.

Semenjak Kementrian Komunikasi dan Informatika melalui Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) mengeluarkan kebijakan baru tentang regulasi NSP atau RBT medio Oktober 2011 lalu yang dikenal dengan sebutan 'Black October', perekonomian para personel Set14 langsung morat-marit secara bertahap. Dahulu, mereka dapat menerima penghasilan sampai Rp40 juta per tiga bulan dari pembagian keuntungan RBT atau NSP, kini Rp10 juta pun tidak sampai ke kantong mereka.

Saat RBT dan NSP menemui masa keemasannya, selain mendapatkan kompensasi keuntungan dari unduhan RBT atau NSP, popularitas band asal Lampung tersebut melonjak dan dapat memperoleh penghasilan tambahan kurang lebih Rp30 juta per bulan dari hasil manggung. Namun kini hampir tidak ada acara yang menggunakan jasa mereka menghibur penonton di atas panggung.

"Kami memang mengawali band dari hobi. Pertemanan membawa kami akhirnya masuk dapur rekaman di Jakarta. Semua kami lakukan untuk mengubah nasib secara ekonomi," ujar Aldo, drummer Set14 band yang dihubungi Beritasatu.com beberapa waktu lalu.

Cita-cita setinggi langit pun digantungkan anak-anak Set14 band. Apalagi album perdana mereka saat masih mengusung nama ST14 laris manis di lapak bajakan. Popularitas mereka di Lampung semakin menjulang. Hal itulah yang akhirnya membuat Nagaswara memboyong grup band yang berasal dari para pecinta Charlie ST12 itu ke Jakarta. Mereka kemudian mengubah nama bandnya menjadi Set14.

Nama band tersebut sempat bermasalah dengan band bentukan Charlie yang keluar dari ST12 dan membentuk band Setia. Charlie dianggap mengikuti nama band Set14. Namun kemudian masalah tersebut dapat diselesaikan dengan kekeluargaan.

Di tahun 2010, nama band Set14 cukup dikenal di kalangan masyarakat lantaran lagu-lagu mereka yang mirip dengan ST12. Pendapatan mereka melonjak dari unduhan RBT dan NSP.

"Hampir Rp50 juta per tiga bulan," ujar Aldo mengenang masa kejayaan mereka. Saat itu single mereka yang berjudul Secepat Itu dan Jodoh Tak Kemana laris manis diunduh masyarakat, meskipun belum dapat menyaingi pendapatan artis-artis Nagaswara lainnya seperti Wali band.

"Pencapaian itu bagi kami sudah cukup baik. Apalagi uang puluhan juta tersebut dapat kami bagi dengan rata dan sedikit mengubah kehidupan kami," ujar Aldo yang mengaku saat itu sangat optimis band Set14 dapat menjadi salah satu band yang diperhitungkan di blantika musik tanah air.


Kehidupan ekonomi membaik

Dengan penghasilan yang diperoleh dari pembagian keuntungan RBT dan NSP, mereka dapat hidup di Jakarta dan menyewa rumah kontrakan sederhana sebagai home base agar mudah untuk melakukan perjalanan tur.

Kehidupan perekonomian yang membaik membuat Barley dan Ari sudah membayangkan terbebas dari profesi mereka sebagai tukang batu dan kuli bangunan. Andre juga sudah tak lagi mengajar sebagai guru SD lantaran mengundurkan diri. Ia memilih untuk berkonsentrasi dengan aktivitas barunya sebagai anak band. Gigun pun meninggalkan bisnis home recording di Lampung begitu pula dengan Aldo yang cuti sementara dari tempat kuliahnya.

Harapan untuk masa depan yang lebih baik terbentang luas begitu mengetahui penghasilan mereka dari unduhan RBT dan NSP dirasa menjanjikan. "Waktu itu kami memimpikan seperti band Wali yang berhasil mendapatkan jutaan unduhan sehingga berpengaruh terhadap kehidupan mereka secara ekonomi," ujar Aldo panjang lebar.

Selama di Jakarta, Set14 band kerap melakukan tur ke daerah-daerah dan berhasil meraup pendapatan puluhan juta rupiah dalam setiap bulannya. "Secara ekonomi kami sangat terbantu sekali," ujar Aldo lebih lanjut.

Sejak awal memang pihak recording company mengenjot penjualan RBT dan NSP daripada fisik sebab pembajakan yang sudah tidak bisa dikontrol lagi.


Kehidupan menjadi lebih sulit

Seperti kata pepatah, roda itu berputar, begitupula dengan yang dialami anak-anak Set14 band. Bermula dari kehidupan penuh keprihatinan, mereka meretas asa untuk mengubah nasib. Sempat merasakan nikmatnya memiliki pendapatan yang mencukupi, kini mereka hari kembali terpuruk dan pulang ke kampung halaman mereka di Lampung.

Menurut Aldo, kondisi perekonomian anak-anak Set14 band lebih memprihatinkan daripada sebelum meninggalkan lampung. Barley dan Ari harus kembali menggunakan fisik mereka menjadi kuli bangunan. Itu pun belum tentu mendapatkan proyek secara rutin lantaran sudah lama meninggalkan pekerjaan mereka.

"Kasihan si Barley. Ia terlilit hutang lumayan banyak untuk keperluan sehari-hari dan membayar sewa tempat tinggal. Pihak peminjam uang sampai ngejar-ngejar Barley," ujar Aldo.

"Apalagi sekarang istrinya sedang hamil," imbuhnya.

"Kalau Andri sekarang jadi pengangguran. Ia belum tahu mau kerja di mana lagi, setelah profesinya sebagai guru SD ditinggalkan karena ingin konsentrasi jadi anak band," lanjut Aldo.

Sementara itu, menurut Aldo, Gigun harus kembali berjuang menghidupkan usaha home recording yang ia tinggalkan selama berada di Jakara dan berkonsentrasi membesarkan Set14 band. "Dia juga belum lama menikah. Ya karena kondisi ekonomi sedang morat marit, jadi pernikahannya berlangsung dengan sederhana dan penuh keprihatinan," tutur Aldo.

Aldo sendiri lebih beruntung. Saat Set14 band vakum, ia berhasil menyelesaikan pendidikannya sebagai seorang dokter. Kini ia bolak balik Lampung-Batam untuk menuntaskan tugasnya sebagai seorang dokter baru.


Optimis, ingin tetap bermusik

Meski saat ini kehidupan para personel Set14 kembali memprihatinkan, namun masih tersisa semangat untuk bermusik. Seperti yang diakui Aldo, Set14 tidak bubar namun hanya vakum untuk sementara waktu.

"Kami masih bertemu meski tidak terlalu sering. Kami masih berusaha untuk menciptakan lagu sebab kami optimis masa keemasan RBT atau NSP akan kembali ada," ujar Aldo.

Aldo juga berharap agar pemerintah kembali membuat kebijakan untuk menghidupkan cita-cita Set14 band dan musisi-musisi lain yang terkena imbas dari kebijakan pemerintah Oktober tahun lalu.

Bagi Aldo yang terpenting, pemerintah dapat membantu membuat citra NSP dan RBT tidak menakutkan, seperti dapat menyedot pulsa tanpa sepengatahuan masyarakat.

"Ini menyangkut perut banyak orang juga. Meski kecewa dengan peraturan baru namun kami berharap pemerintah bisa membantu kami dengan kebijakan mereka," ujar Aldo.

"Kami juga berharap para content provider yang nakal segera mendapatkan hukuman yang setimpal," pungkasnya.

Post a Comment

Previous Post Next Post