Makalah Sistem Pertanian Terpadu

MAKALAH 
PRAKTIKUM SISTEM PERTANIAN TERPADU
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena karunia dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun sebagai tugas dari Praktikum Sistem Pertanian Terpadu yaitu kunjungan ke lapang. Tulisan ini membahas sistem pertanian terpadu di Genting, Merjosari.,Selorejo, dan Dinoyo..
Selama penulisan makalah ini berlangsung, tidak lepas dari bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami ucapan terimakasih, kepada:
1.      Dr.Ir. Herni Sudarwati, MS sebagai Dosen pengampu Matakuliah Sistem Pertanian Terpadu Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
2.      Seluruh Asisten Praktikum Mata kuliah Sistem Pertanian Terpadu Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya yang telah menyediakan waktu untuk kelompok kami.
3.      Semua pihak atas dukungan, bantuan, serta kerja samanya hingga terselesaikannya makalah ini.
Demi kesempurnaan dalam penulisan makalah ini, kami mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun. Serta kami berharap pula, makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.



Malang, 25 April 2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

            Pola integrasi antara tanaman dan ternak atau yang sering  disebut dengan pertanian terpadu adalah memadukan antara kegiatan peternakan dan pertanian. Pola ini sangatlah menunjang dalam penyediaan pupuk kandang di  lahan pertanian, sehingga pola ini sering  disebut pola peternakan tanpa limbah karena limbah peternakan digunakan untuk pupuk, dan limbah pertanian  digunakan untuk pakan ternak. Integrasi hewan ternak dan tanaman dimaksudkan untuk memperoleh  hasil usaha yang optimal, dan dalam rangka memperbaiki kondisi kesuburan tanah. Interaksi antara ternak dan tanaman haruslah  saling melengkapi, mendukung dan saling menguntungkan, sehingga dapat mendorong peningkatan efisiensi produksi dan meningkatkan keuntungan hasil usaha taninya.
Agar proses pemanfaatan tersebut dapat terjadi secara efektif dan efisien, maka sebaiknya produksi  pertanian terpadu berada dalam suatu kawasan.  Pada kawasan tersebut sebaiknya terdapat sektor produksi tanaman untuk peternakan. Keberadaan sektor-sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki ekosistem yang lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan menjadi limbah karena pasti akan dimanfaatkan oleh komponen lainnya.  Disamping akan terjadi peningkatan hasil produksi dan penekanan biaya produksi sehingga efektivitas dan efisiensi produksi akan tercapai. Dengan berbagai macam sistem pertanian seperti mixed farming system, crops-livestock production system, model pertanian tekno-ekologis (di ekosistem lahan sawah), model pertanian tekno-ekologis (di ekosistem lahan perkebunan-ternak) yang menunjang berjalannya sistem pertanian terpadu dengan kelebihan dan kekurangan dari masing-masing sistem.
Selain hemat energi, keunggulan lain dari pertanian terpadu adalah petani akan memiiki beragam sumber penghasilan. Sistem Pertanian terpadu memperhatikan diversifikasi tanaman dan polikultur. Seorang petani bisa menanam padi dan bisa juga beternak kambing atau ayam dan menanam sayuran. Kotoran yang dihasilkan oleh ternak dapat digunakan sebagai pupuk sehingga petani tidak perlu membeli pupuk lagi. Jika panen gagal, petani masih bisa mengandalkan daging atau telur ayam, atau bahkan menjual kambing untuk mendapatkan penghasilan.
Pertanian terpadu merupakan pilar kebangkitan bangsa Indonesia dengan cara menyediakan pangan yang aktual bagi rakyat Indonesia.  Dalam segi ekonomi pertanian terpadu sangat menguntungkan bagi masyarakat karena output yang dihasilkan lebih tinggi dan sistem pertanian terpadu ini tidak merusak lingkungan karena sistem ini ramah terhadap lingkungan. Output dari pertanian terpadu juga bisa digunakan Selain itu limbah pertanian juga dapat dimanfaatkan dengan mengolahnya menjadi biomassa. Bekas jerami, batang jagung dan tebu memiliki potensi biomassa yang besar.
1.2  Rumusan Masalah
1.2.1  Bagaimana Analisis Usaha dan Produksi dari Usaha Tani Campuran?
1.2.2   Bagaimana Analisis Usaha dan Produksi dari Sistem  Produksi Tanaman-
 Ternak?
1.2.3  Bagaimana Analisis Usaha dan Produksi dari Model Pertanian Tekno-
         Ekologis Di Lahan Sawah?
1.2.4  Bagaimana Analisis Usaha dan Produksi beserta Integrasi dari Model
         Pertanian Tekno-Ekologis Di Lahan Perkebunan
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1  Mengetahui Analisis Usaha dan Produksi dari Usaha Tani Campuran
1.3.2   Mengetahui Analisis Usaha dan Produksi dari Sistem  Produksi Tanaman-
 Ternak
1.3.3  Mengetahui Analisis Usaha dan Produksi dari Model Pertanian Tekno-
         Ekologis Di Lahan Sawah
1.3.4  Mengetahui Analisis Usaha dan Produksi beserta Integrasi dari Model
         Pertanian Tekno-Ekologis Di Lahan Perkebunan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.   Usaha Tani Campuran

Pola tanam tumpangsari merupakan penanaman campuran dari dua atau lebih jenis sayuran dalam suatu luasan lahan. Jenis sayuran yang digabung bisa banyak variasinya. Pola tanam ini sebagai upaya memanfaatkan lahan semaksimal mungkin (Shinta. 2011).
Untuk iklim yang mempengaruhi pertumbuhan tanman jagung (Zea mays L) antara lain adalah curah hujan > 1200 mm (S1), suhu 20–26 oC dan penyinaran. Intensitas cahaya matahari merupakan faktor penting  untuk pertumbuhan tanaman jagung selama pertumbuhannya harus mendapat cahaya matahari yang cukup. Tanaman yang ternaungi pertumbuhannya terhambat dan memberikan hasil yang kurang baik (Krisnamurthi. 2010).
Salah satu masalah yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan usahatani campuran adalah kenyataan bahwa harga komoditas pertanian sangat flaktuatif dan rentan terhadap perubahan pasar (Benhdarhd. 2005).
2.2.   Sistem Produksi Tanaman-Ternak
Salah satu tujuan integrasi usaha tani tanaman dengan usaha peternakan sapi adalah menekan input dari luar. Input yang dapat ditekan kaitannya dengan integrasi usahatani tersebut antar lain dengan menggunakan pupuk kotoran sapi sehingga penggunaan pupuk anorganik dapat ditekan serendah mungkin (Sunyoto dan Rachman. 2005).
Kenyataan di lapang menunjukkan, umumnya petani menanam dan mengusahakan berbagai jenis tanaman, ternak, dan usaha lainnya dalam suatu kesatuan usaha rumah tangga untuk mengurangi risiko serangan penyakit serta kegagalan panen. Sebagian besar lahan yang dikuasai dimanfaatkan untuk tanaman pangan dalam upaya memenuhi kebutuhan keluarga (Soedjana. 2007).
Sistem integrasi ternak dan tanaman pangan dapat menjadi andalan dalam upaya meningkatkan produktivitas tanaman pangan,ternak, selain melestarikan kesuburan tanah dengan adanya pupuk organik. Karena itu, sistem ini berpotensi meningkatkan pendapatan petani-peternak. Pupuk kandang yang merupakan limbah ternak dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik tanah (Haryanto. 2009).

2.3.   Model Pertanian Tekno-Ekologi (Di Ekosistem Sawah)
Pertanian tekno-ekologis merupakan model pertanian yang dikembangkan dengan memadukan model “pertanian ekologis” dengan pertanian berteknologi maju yang selaras dengan kondisi alam atau ekosistem setempat. Sistem ini lebih efisien dan berkualitas dengan risiko yang lebih kecil dan ramah lingkungan (Adimihardja. 2008).
Petani umumnya mengusahakan tanaman pangan hanya dalam musim hujan.. Biasanya pada musim kemarau masyarakat mengusahakan pemeliharaan ternak. Dengan demikian tanaman atau pohon dan semak penghasil pakan ternak merupakan salah satu pilihan penting (Sarjono. 2005).
Gambaran keterkaitan antara tanaman dan ternak dalam kerangka usaha tani tradisional adalah pemanfaatan sumber daya lahan, tenaga kerja, dan modal secara optimal untuk menghasilkan produk seperti hijauan pakan ternak, tenaga ternak, dan padang penggembalaan, serta produk akhir seperti tanaman serat, tanaman pangan, dan daging (Soedjana. 2007).
Dengan mengintegrasikan tanaman dan ternak dalam suatu sistem usaha tani terpadu, petani dapat memperluas dan memperkuat sumber pendapatan sekaligus menekan risiko kegagalan usaha (Makka. 2006).
2.4.   Model Pertanian Tekno-Ekologi (Di Ekosistem Lahan Perkebunan-Ternak)
 Tekno ekologis merupakan alternatif pola pertanian yang berupaya menyelaraskan usaha tani dengan kondisi alam (ekosistem) dan membuka diri terhadap teknologi modern, sepanjang teknologi tersebut bersifat ramah lingkungan (Mulyoutami., dkk. 2005).
Budidaya ternak semi intensif dilakukan oleh peternak yang juga pekebun jeruk, dan hijauan pakan ternak diberikan di kandang. Hijauan pakan ternak disediakan dalam sistem potong angkut, dan umumnya bersumber dari bawah tanaman jeruk, pinggir jalan, dan tempat lainnya. (Girsang dan Ibrahim. 2010).
Kawasan pegunungan umumnya ideal untuk tanaman buah-buahan dan
sayuran. Wanatani bisa merupakan perpaduan antara tanaman buah-buahan
dengan sayuran atau dengan tanaman pangan (Sarjono., dkk. 2003).
Jika model pertanian tekno ekologis dapat teraplikasikan secara optimal, usaha tani akan lebih produktif dan efisien, karena dalam model pertanian tekno ekologis akan terbentuk rantai pemanfaatan zat-zat makanan secara tertutup, sehingga penggunaan input luar menjadi rendah (Sunaryo dan Laxman. 2003).
 
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Materi dan Metode

            Materi yang di gunakan dalam praktikum ini yaitu petani sebagai responden yang memiliki lahan atau menyewa dari orang lain dengan ketentuan lahan sebagai berikut: mix farming sistem yang di tanami lebih dari satu komoditas, sistem produksi tanaman-ternak yang di analisis lahan yang di tanami tanaman pangan, tanaman pakan dan mempunyai ternak sendiri atau ternak gaduhan, model pertanian tekno ekologis yang di analisis adalah lahan yang di tanami padi dan mempunyai ternak sendiri dan untuk model pertanian tekno ekologis di lahan perkebunan yang di analisis adalah lahan yang di tanami pohon perkebunan, tanaman pakan ternak dan mempunyai ternak sendiri.
Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 7 april 2014 yang dilaksanakan pada tiga tempat berbeda yaitu Bapak Yitnobroto Di Genting Merjosari, Bapak Suprih pemilik perkebunan jeruk Di Selorejo dan Bapak Poniman yang ada Di Dinoyo. Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah pengamatan langsung atau survai, wawancara dan kemudian dianalisis secara diskriptif.
3.2 Hasil dan Pembahasan
3.2.1 Usaha Tani Campuran (Mix Farming System)

          Dari hasil kunjungan yang dilakukan di Lahan Pertanian Bapak Yitnobroto yang beralamatkan Di Desa Genting Merjosari Kota Malang, Lahan Pak Yitno ini berjakarak 3km dari rumahnya, dengan kelilinglahan dipagar, luas tanah yang ditanami Jagung, cabai, jeruk, singkong dan rumput gajah adalah 500 m2, dengan sistem tumpang sari. Dijelaskan oleh Shinta (2011) Pola tanam tumpangsari merupakan penanaman campuran dari dua atau lebih jenis sayuran dalam suatu luasan lahan. Jenis sayuran yang digabung bisa banyak variasinya. Pola tanam ini sebagai upaya memanfaatkan lahan semaksimal mungkin. Pola tanam tumpang sari yang dilakukan oleh Pak Yitno dapat dilihat di Gambar 3.2.1.1.

Gambar 3.2.1.1 Tumpang Sari Jagung Cabai dan Jeruk
Penanaman tumpang sari jagung dan cabai dilakukan pada lahan 75 m2 .Penaman ini diakukan dengan memperhatikan keadan dan kondisi alam di daerah tersebut. Sesuai dengan penjelasan Krisnamurthi (2010) bahwa untuk iklim yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L) antara lain adalah curah hujan > 1200 mm (S1), suhu 20–26o C dan penyinaran. Intensitas cahaya matahari merupakan faktor penting  untuk pertumbuhan tanaman jagung selama pertumbuhannya harus mendapat cahaya matahari yang cukup. Tanaman yang ternaungi pertumbuhannya terhambat dan memberikan hasil yang kurang baik. Penanaman rumput gajah dilakukan pada lahan sekitar 350 m2. Rumput gajah digunakan sebagai pakan ternak sendiri. Pola penanaman rumput gajah terdapat pada lampiran Gambar 3.2.1.2.
Pada sistem tumpang sari yang dilakukan oleh Bapak Yitno penanaman jagung dan cabai digunakan jarak penanaman yaitu: antara jagung dan cabai diberi jarak 50 cm, jagung dan  100 cm2 dan jagung dengan jeruk 200 cm2, pola penamanam jeruk dan jagung terdapat pada lampiran Gambar 3.2.1.3. Hal ini dilakukan bertujuan supaya tanaman mendapat sinar matahari yang cukup dan tidak saling menghalangi antara tanaman satu dengan yang lain dan tidak terjadi penyerapan unsur hara yang terdapat di dalam tanah untuk pertumbuhan masing masing tanaman. Penanaman singkong dilakukan pada lahan sekitar 25 m2, dengan jarak tanam 50cm, pola penamanaman singkong dapat dilihat pada lampiran Gambar 3.2.1.4.
Pemberian pupuk juga dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan tanaman dan untuk menjaga kesuburan tanah, pada usaha tumpang sari ini pupuk yang diberikan adalah Pupuk Urea, pupuk kandang. Pupuk urea diberikan untuk tanaman jagung, cabai dan jeruk sedangkan pupuk kandang diberikan untuk semua tanaman. Berikut ini merupakan denah yang dimiliki Pak Yitno dengan skala 1: 400 dijelaskan pada Gambar 3.2.1.5

Gambar 3.2.1.5  Denah Lahan Pak Yitnobroto (skala 1:400)
Keterangan warna :
# Kuning    :  Jagung               # Hijau                        : Rumput
# Merah      :  Jeruk                  # Coklat          : Singkong
# Biru         :  Cabai                 # Ungu                        : Kandang Sapi
# Putih       :  Pos                     # Abu-abu       :  Jalan mobil
# Hitam      :  Jalan Raya
Analisi usaha tani campuran milik Pak Yitno dapat dilihat di lampiran 3.2.1 R/C Ratio yang didapat adalah total penerimaan/total biaya
                       = Rp 25.257.000/Rp 3.543 .000
                       = 7,12
Jadi, karena R/C Ratio > 1, maka usaha tersebut dikatakan menguntungkan.
Menurut Benhdarhd (2005) Salah satu masalah yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan usahatani campuran adalah kenyataan bahwa harga komoditas pertanian sangat flaktuatif dan rentan terhadap perubahan pasar.
3.2.2 Sistem Produksi Tanaman-Ternak
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, pada lahan yang dimiliki Pak Yitno dengan luas setengah hektar ditanami jagung, cabai, jeruk, singkong dan rumput gajah. Asal bibit tanaman tersebut yaitu didapat dari pembelian dan juga berasal dari tanaman yang sebelumnya ditanam. Petani-peternak tersebut juga memiliki ternak sapi potong sebanyak 5 ekor (Lampiran Gambar 3.2.2.1).
Untuk memberi makan sapi potongnya, Pak Yitno memanfaatkan produksi rumput gajahnya dan sesekali memanfaatkan limbah pertanian yang diperoleh pasca panen. Hal ini dilakukan guna memanfaatkan limbah hasil pertanian untuk mengurangi biaya pakan ternak. Saat ini Pak Yitno sedang membangun kandang sapi didalam lahan pertaniannya dapat dilahat pada Lampiran Gambar 3.2.2.2.
Dalam mendukung produksi tanamannya, Pak Yitno menggunakan beberapa macam pupuk yaitu pupuk urea dan pupuk kandang. Pupuk tersebut diberikan setiap satu bulan sekali. Dapat dilihat integrasi tanamn-ternak dalam hal ini, ternak yang menghasilkan kotoran dapat dimanfaatkan sebagai penyubur tanaman yang nantinya tanaman tersebut dapat digunakan sebagai pakan ternak.
Untuk hasil produksi tanaman, Pak Yitno tidak menjual semua hasil panen yang didapat karena sebagian hasil panen tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti cabai, singkong dan jagung yang dapat dimakan. Soedjana (2007) menyatakan bahwa kenyataan di lapang menunjukkan, umumnya petani menanam dan mengusahakan berbagai jenis tanaman, ternak, dan usaha lainnya dalam suatu kesatuan usaha rumah tangga untuk mengurangi risiko serangan penyakit serta kegagalan panen. Sebagian besar lahan yang dikuasai dimanfaatkan untuk tanaman pangan dalam upaya memenuhi kebutuhan keluarga.
Produksi tanaman yang dihasilkan per panen rata-rata tidak mengalami kenaikan. Hal ini dikarenakan Pak Yitnoo kurang menerapkan teknologi yang diharapkan mampu meningkatkan produksi tanamannya seperti pemaparan Haryanto (2009) Sistem integrasi ternak dan tanaman pangan dapat menjadi andalan dalam upaya meningkatkan produktivitas tanaman pangan, ternak, selain melestarikan kesuburan tanah dengan adanya pupuk organik. Karena itu, sistem ini berpotensi meningkatkan pendapatan petani-peternak. Pupuk kandang yang merupakan limbah ternak dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik tanah.
Berdasarkan dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa dalam sistem produksi tanaman-ternak terjadi integrasi yang saling menguntungkan antara ternak dan tanaman. Tanaman dapat menyediakan pakan bagi ternak yang dipelihara Pak Yitno, sementara itu ternak tersebut juga menghasilkan kotoran yang dapat digunakan sebagai pupuk kandang untuk meningkatkan produksi baik dari segi kualitas dan kuantitas tanaman. Sunyoto dan Rachman (2005) berpendapat bahwa Salah satu tujuan integrasi usaha tani tanaman dengan usaha peternakan sapi adalah menekan input dari luar. Input yang dapat ditekan kaitannya dengan integrasi usahatani tersebut antar lain dengan menggunakan pupuk kotoran sapi sehingga penggunaan pupuk anorganik dapat ditekan serendah mungkin.
Analisi dari sitem produksi tanaman-ternak Pak Yitno dapa dilihat pada Lampiran 3.2.2 yang menunjukan R/C Ratio yang didapat adalah total penerimaan/total biaya
                       = Rp 46.207.000/Rp 42.593.000
                       = 1.08
Jadi, karena R/C Ratio > 1, maka usaha tersebut dikatakan menguntungkan.

            Dokumentasi Wawancara dan Analisis data pada Ussaha Tani Campuran dan Sistem Produksi Tanaman-Ternak di lahan milik Bapak Yitnobroto dapat dilihat pada Lampiran Gambar 3.2.2.3.

3.2.3 Model Pertanian Tekno-Ekologis Di Lahan Persawahan
Untuk pelaksanaan praktikum ketiga, dilakukan pada petani/peternak yang memiliki lahan sawah beserta peralatan teknologis untuk mengolah hasil sawah tersebut, dan dari hasil sampingnya bisa diberikan kepada ternak yang dipeliharanya. Praktikum ini dilaksanakan didaerah Dinoyo Sementara itu petani/peternak yang kami wawancarai bernama Bapak Poniman. Beliau memiliki lahan sawah yang ditanami padi varietas Serang dan Melati. Padi yang dipanen dan dalam pemerosesan menjadi beras member hasil sampingan berupa dedak dan sekam. Hasil samping dari selepan tersebut, biasanya akan diberikan pada kerbaunya. (lampiran gambar 3.2.3.2)
Dari hasil observasi yang dilakukan pada lahan seluas 500 m2 yang dimiliki Bapak Poniman, 400 m2 di tanami padi dengan tanaman lainyanya berupa brungkul (lampiran gambar 3.2.3.1) pada lahan 100 m2. Produksinya padi bisa mencapai 4 ton sedangkan brungkul bisa mencapai 1 ton setiap panennya, dalam pengolahannya bapak poniman menggunakan teknologi traktor dan Bajak Kerbau dalam pengolahgan lahannya dan hasil panen padi yang di dapat juga bisa langsung diolah disampingnya yang ada penggilingan padi. Berikut ini merupakan denah lahan yang dimiliki oleh Pak Poniman  
Gambar 3.2.3. Denah milik Pak Poniman
Keterangan warna :
·         Biru                 : Brungkul
·         Kuning            : Padi
·         Bintang           : Kerbau
·         Putih                : Padi orang lain
·         Coklat             : Lahan kosong oranng lain
·         Hijau               : Padang rumput lahan orang lain
·         Hitam              : Jalan Raya
Pertanian tekno-ekologis merupakan model pertanian yang dikembangkan dengan memadukan model “pertanian ekologis” dengan pertanian berteknologi maju yang selaras dengan kondisi alam atau ekosistem setempat. Model pertanian ini dapat mencapai target produktivitas secara memuaskan pada komoditas tertentu, seperti padi, jagung, dan kacang-kacangan (Adimihardja, 2008). Pada praktikum ini dilaksanakan didaerah Dinoyo. Sementara itu petani/peternak yang kami wawancarai bernama Bapak Poniman (34 tahun). Beliau memiliki lahan sawah seluas 500 m2 yang ditanami varietas padi serang dan melati, Untuk ternak yang dipelihara adalah ternak kerbau dengan jumlah 3 ekor. Makka (2006) menyatakan bahwa dengan mengintegrasikan tanaman dan ternak dalam suatu sistem usaha tani terpadu, petani dapat memperluas dan memperkuat sumber pendapatan sekaligus menekan risiko kegagalan usaha. Setelah pemanenan hasil, ternak dapat memanfaatkan limbah tanaman pangan yang berupa jerami dan bekatul. Sependapat dengan Haryanto (2009) yang menyatakan bahwa sistem integrasi ternak dan tanaman pangan dapat menjadi andalan dalam upaya meningkatkan produktivitas tanaman pangan,ternak, selain melestarikan kesuburan tanah dengan adanya pupuk organik. Karena itu, sistem ini berpotensi meningkatkan pendapatan petani-peternak. Pupuk kandang yang merupakan limbah ternak dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik tanah.
Ternak kerbau dan Brungkul dapat menjadi penambah penghasilan selama menunggu hasil produksi padi yang lumayan lama, menurut Sarjono (2005) berpendapat bahwa Petani umumnya mengusahakan tanaman pangan hanya dalam musim hujan.. Biasanya pada musim kemarau masyarakat mengusahakan pemeliharaan ternak. Dengan demikian tanaman atau pohon dan semak penghasil pakan ternak merupakan salah satu pilihan penting.
Analisis Model pertanian milik Pak Poniman dapat dilihat pada lampiran 3.2.3 yang menunjukann R/C Ratio sebesar :
R/C Ratio = total penerimaan/total biaya
               = Rp 57.070.000/Rp 25.530 .000
               = 2,23
Jadi, karena R/C > 1, maka usaha tersebut bersifat menguntungkan.

3.2.4 Model Pertanian Tekno-Ekologis Di Lahan Perkebunan
Dari hasil observasi, jenis tanaman yang ditanaman dilahan perkebunan milik Bapak Suprih (Lampiran Gambar 3.2.4.1) adalah pohon jeruk Lahan itu seluas 0,5 ha. Tanmana dipupuk dengan pupuk urea, kcl dan tsp yang masing-masing berjumlah ½ kg. terkadang juga ditambah dengan pupk kandang. Untuk jeruk dipanen 2kali setahun, dengan jumlah kurang lebih adalah  ton, yang dijual  dengan harga Rp 12.000,-/kg. Pohon jeruk yang ditanam kurang lebih berjumlah 450 pohon. Perkebunan jeruk dapat dilihat pada Lampiran Gambar 3.2.4.2. Pemasaran dilakukan dengan pengambilan oleh tengkulak. Berikut ini merupakan denah lahan yang dimiliki Pak Suprih di daerah Selorejo
               Gambar 3.2.4.3 Denah lahan Pak Supri (Skala:1:500)
Keterangan warna :
·         Hijau         : Jeruk
·         Merah        : Jahe
·         Hitam        : Legum
·         Coklat       : Kandang
·         Putih          : Mushola
·         Abu-abu    : jalan mobil
·         Kuning      : Jalan Raya

Dari hasil observasi yang dilakukan pada lahan seluas 500 m2 yang dimiliki bapak Suprih di tanami jeruk, diantara tanaman jeruk ditanami jahe dapat dilihat pada lampiran Gambar 3.2.4.4 dengan tanaman pakan ternaknya berupa legum. Produksinya jeruk bisa mencapai 4 ton sedangkan legum digunakan sebagai pakan ternak. Menurut Girsang dan Ibrahim (2010) Budidaya ternak semi intensif dilakukan oleh peternak yang juga pekebun jeruk, dan hijauan pakan ternak diberikan di kandang. Hijauan pakan ternak disediakan dalam sistem potong angkut, dan umumnya bersumber dari bawah tanaman jeruk, pinggir jalan, dan tempat lainnya. Ditambahkan oleh Sarjono., dkk (2003)Kawasan pegunungan umumnya ideal untuk tanaman buah-buahan dan sayuran. Wanatani bisa merupakan perpaduan antara tanaman buah-buahan dengan sayuran atau dengan tanaman pangan.
Model pertanian tekno-ekologis dipilih oleh bapak Sarpai sebagai model perkebunan dengan ternak. Model pertanian ini dipilih beliau sebab sangat efektif untuk meningkatkan hasil produksi perkebunannya karena dapat memaksimalkan lahan yang dimiliki dengan penggunaan teknologi pompa air untuk penmbah perairan dikebunnya. Mulyoutami et al. (2005) Tekno ekologis merupakan alternatif pola pertanian yang berupaya menyelaraskan usaha tani dengan kondisi alam (ekosistem) dan membuka diri terhadap teknologi modern, sepanjang teknologi tersebut bersifat ramah lingkungan.
Bapak Suprih mendapatkan bibit untuk tanaman yang di tanamannya dengan cara membelinya atau dari bibit dari panen sebelumnya yang sudah terpilih. Pak Suprih tidak pernah menggunakan peptisida untuk tanamannya, karena dinilai sangat membahayakan bagi seluruh rantai makanannya. Sehingga hasil produk dari lahan beliau dapat dinilai sebagai produk organik. Ternak yang dipelihara oleh pak Suprih yaitu pedet. Pemilik lahan yaitu Pak Suprih memiliki hasil produksi dari tanaman pangan yaitu jeruk dan jahe. Namun, untuk hasil dari penanaman. Menurut hasil tersebut dapat dipastikan bahwa keuntungan bapak Suprih tinggi, karena pemanenan dilakukan secara 6 bulan sekali. Dan ini menunjukkan bahwa adanya keuntungan dari penggunakan model pertanian ini. Hal ini berbanding lurus dengan pernyataan yang disampaikan oleh Sunaryo dan Laxman (2003) bahwa Jika model pertanian tekno ekologis dapat teraplikasikan secara optimal, usaha tani akan lebih produktif dan efisien, karena dalam model pertanian tekno ekologis akan terbentuk rantai pemanfaatan zat-zat makanan secara tertutup, sehingga penggunaan input luar menjadi rendah.
Integrasi Sederhana :
Dikawasan ekosistem lahan perkebunan milik Pak Suprih umumnya hanya jeruk dan jahe. Pada sistem ini dapat menambah komoditas yaitu ternak sapi dan kambing. Keberadaan ternak akan membuat siklis sistem produksi dapat berlangsung secara tertutup.
Integrasi Kompleks :
Dari pola integrasi sederhana dapat diintroduksi spesies lain yang memiliki hubungan fungsional dengan spesies yang sudah ada, contohnya ternak sapi yang dimiliki Pak Suprih dapat dikembangkan untuk diberikan pakan dari hasil produksi tanaman pakan seperti limbah dari jeruk yang layu sehinggga dapat memperpanjang rantai ekosistem. Pengolahan kotoran dari ternak sapi digunakan untuk pupuk organik pada tanaman dan kemudian dipadukan dengan pengolahan hasil.
Analisis model perkebunan milik Pak Suprih dapat dilihat pada lampiran 3.2.4 yang menunjukan R/C Ratio = total penerimaan/total biaya
               = Rp 59.305.000/Rp 10.845.000
               = 5,46
Jadi, karena R/C > 1, maka usaha tersebut bersifat menguntungkan.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
            Usaha tani campuran yang dilakukan oleh Pak Yitno memberikan keuntungan yang besar dengan R/C ratio sebesar 7,12. Sedangkan ketika di jadikan Sitem Produksi Tanaman-Ternak tetap memberikan keuntunggan tetapi R/C ratio turun menjadi 1.08. Model Pertanian Tekno-Ekologi Di Ekosistem Sawah yang diterapkan oleh Pak Poniman memberikan hasil R/C ratio sebesar 2.23. Model Pertanian Tekno-Ekologi Di Ekosistem Lahan Perkebunan jeruk oleh Pak Suprih memberikan R/C ratio sebesar 5.46. Dari semua hasil analisis apabila sistem pertanian dilakukan dengan baik akan memberikan keuntunggan yang besar

4.2 Saran

            Dalam melaksanakan sistem pertanian perlu dilakukan dengan model yang sesuai dengan daerah lingkungan dan jenis tanaman yang akan ditanam bersamaan sehingga dapat saling menguntungkan, apabila ingin mengintegrasi dengan ternak maka perlu tanaman pakan untuk menunjang produksi dari ternak, sehingga memberikan hubungan timbale nailik yang ssling menguntungkan.

DAFTAR  PUSTAKA
Adimihardja, A. 2008. Teknologi Dan Strategi Konservasi Tanah Dalam Kerangka Revitalisasi Pertanian.  Pengembangan Inovasi Pertanian Vol.1(2) : 105-124.
Benhdard, M. R. 2004. Budidaya Peremajaan Tebang Bertahap pada Usahatani Polikultur Kelapa. Perspektif  Vol. 4 (1): 10–19.
Girsang, M. A., dan Ibrahim, T. M. 2010. Analisis Kelayakan Sistem Integrasi Ternak Kambing Dengan Tanaman Jeruk Di Kabupaten Karo Sumatera Utara. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Haryanto, B. 2009. Inovasi Teknologi Pakan Ternak Dalam Sistem Integrasi Tanaman -Ternak Bebas Limbah Mendukung Upaya Peningkatan Produksi Daging. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan: Bogor.
Krisnamurthi, B. 2010. Manfaat Jagung dan Peran Produk Bioteknologi Serealia dalam Menghadapi Krisis Pangan, Pakan dan Energi di Indonesia. Prosiding Pekan Serealia Nasional Vol 29(3).
Makka, D. 2006. Prospek Pengembangan Sistem Integrasi Peternakan Yang Berdaya Saing. Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak, hal 18-32.
Mulyoutami, E., Stefanus, E., Schalenbourg, W., Rahayu, S., dan Joshi, L. 2005. Pengetahuan Lokal Petani dan Inovasi Ekologi dalam Konservasi dan Pengolahan Tanah pada Pertanian Berbasis Kopi Di Sumberjaya, Lampung Barat. Jurnal Agroforestry.
Sardjono, M. A., Djogo, T., Arifin, H. S., dan Wijayanto, N. 2003. Klasifikasi Dan Pola  Kombinasi Komponen Agroforestri. World Agroforestry Centre (ICRAF): Bogor.
Shinta, A. 2011. Ilmu Usahatani. Universitas Brawijaya Press (UB Press):Malang.
Soedjana, T. D. 2007. Sistem Usaha Tani Terintegrasi Tanaman-Ternak Sebagai Respons Petani Terhadap Faktor Risiko. Jurnal Litbang Pertanian Vol. 26(2).
Sunaryo dan Laxman, J. 2003.  Peranan Pengetahuan Ekologi Lokal dalam Sistem Agroforestry. World Agroforestry Centre (ICRAF): Bogor
Sunyoto, Pramu Dan  Rachman,  Benny. 2005. Kajian Sistem Integrasi Padi-Sapi Dilahan Sawah Irigasi Kabupaten Lebak Banten. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005.


Lampiran
3.2.1 Usaha Tani Campuran

            Biaya produksi Jagung, cabai dan singkong
   Bibit: benih jagung 2 kg @ Rp. 50.000,-      → Rp.   100.000,-
   Bibit: benih cabai 1pack @ Rp. 25.000,-      → Rp.     25.000,-
   Pupuk Urea: 50 kg @ Rp. 1.800,-                → Rp.     90.000,-
   1 Tenaga kerja sampai panen                        → Rp. 1.000.000,-
   Biaya lain-lain                                               → Rp.    100.000,-
Total :    Rp. 1.315.000,-
   Pendapatan  jagung 750kg @ Rp. 2.500,- →   Rp. 1.875.000,-
   Pendapatan  cabai 50kg @ Rp. 35.000,-   →   Rp. 1.750.000,-
   Pendapatan  singkong 50kg @ Rp. 1800,-→   Rp.      90.000,-
   Keuntungan Bersih setiap panen                →   Rp. 2.400.000,-
Biaya produksi kebun Jeruk
   Bibit: 200 batang jeruk @ Rp. 3000,-          →  Rp. 600.000,-
   Pupuk Urea 10 kg @ Rp. 1.800                   →  Rp.   18.000,-
           Herbisida 1 liter @ Rp. 50.000,-                   →  Rp.   50.000,-
   Tenaga kerja
- Pengolahan lahan 1 orang @ Rp. 40.000,-  → Rp.   50.000,-
- Penanaman: 1 orang (borongan)                   → Rp.   75.000,-
- Pemupukan: 1 orang @ Rp. 40.000,-           → Rp.   50.000,-
- Pemeliharaan lain                                          → Rp. 100.000,-
      -Panen                                                             → Rp. 100.000,-
   Biaya lain-lain                                                 → Rp. 100.000,-
   Total :    Rp. 1.143 .000,-
   Pendapatan 2 ton @ Rp. 12.000,-                →  Rp. 24.000.000,-
   Keuntungan Bersih  (setiap panen)              →  Rp. 22.857.000,-
Jadi R/C Ratio yang didapat adalah
R/C Ratio = total penerimaan/total biaya
                       = Rp 25.257.000/Rp 3.543 .000
                       = 7,12
Jadi, karena R/C Ratio > 1, maka usaha tersebut dikatakan menguntungkan.

3.2.2 Sistem Produksi Tanaman-Ternak
Produksi Ternak
   Biaya Produksi ternak sapi
a. Bibit 5 ekor   @ 6.000.000                                      → Rp. 35.000.000,-
b. Pakan Hijauan didapat dari rumput gajah miliknya sendiri.
c. Konsentrat sebanyak 18 kg @ 2500 x 90 hari        → Rp. 4.050.000,-
d. Total                                                                        → Rp39.050.000,-
e. Harga jual @ Rp. 12.000.000,-                               → Rp60.000.000,-
f. Keuntungan bersih                                                   →Rp20.950.000,-
Jadi R/C Ratio yang didapat adalah total penerimaan/total biaya
                       = Rp 46.207.000/Rp 42.593.000
                       = 1.08
R/C Ratio > 1, maka usaha tersebut dikatakan menguntungkan.
3.2.3 Model Pertanian Tekno-Ekologi (Di Ekosistem Sawah)
Biaya produksi padi ( Bapak Poniman)
  Bibit: benih padi 20 kg @ Rp. 27.000,-        →  Rp. 540.000,-
  Pupuk
- Urea: 75 kg @ Rp. 1.800,-                         →  Rp. 135.000,-
- TSP 36: 50 kg @ Rp.2.000,-                      →  Rp. 100.000,-
- phonska: 200 kg @ Rp. 2300,-                   →  Rp. 460.000,-

Post a Comment

Previous Post Next Post